Harmoko

Harmoko

  • Nama Lengkap Harmoko
  • Tempat Lahir Dampit, Malang
  • Tanggal Lahir 3 Juni 1989 (36 Tahun)
  • Kebangsaan -
  • Klub -
  • Posisi -
  • No Punggung 0
  • Tinggi 0 cm

Harmoko, atau yang akrab dipanggil Bung Harmoko, adalah seorang politisi dan jurnalis Indonesia yang aktif selama era Orde Baru. Ia menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari tahun 1997 hingga 1999, dan menjadi faktor dalam pengunduran diri Presiden Suharto selama demonstrasi mahasiswa yang meluas di akhir Orde Baru.

Lahir dari keluarga sederhana di Jawa Timur pada tanggal 7 Februari 1939, Harmoko lulus dari sekolah jurnalistik dan menjadi seorang jurnalis. Ia aktif selama rezim Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru, bekerja di beberapa surat kabar berbeda, termasuk Merdeka, Merdiko, dan Harian Mimbar Kita. Pada tahun 1970, ia mendirikan surat kabar sendiri, Pos Kota di Jakarta. Pada tahun yang sama, ia terpilih sebagai Ketua Umum Perhimpunan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Jakarta, dan dua tahun kemudian, ia terpilih sebagai Ketua Umum PWI secara keseluruhan.

Pada tahun 1977, Harmoko terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai anggota organisasi pemerintah Golkar. Pada tahun 1983, ia diangkat sebagai Menteri Penerangan, kemungkinan karena latar belakangnya dalam jurnalistik. Kemampuannya dalam menjaga citra Orde Baru dan penampilan Suharto membuatnya dijuluki 'influencer-in-chief'. Pada tahun 1993, Harmoko terpilih sebagai Ketua Golkar, menjadi sipil pertama yang memegang jabatan tersebut. Pada Juni 1997, ia diangkat sebagai menteri negara urusan khusus, jabatan yang hanya dipegangnya selama tiga bulan karena pada bulan Oktober 1997, ia dipilih untuk menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Meskipun telah setia kepada Presiden Suharto selama bertahun-tahun, setelah demonstrasi mahasiswa yang meluas yang menuntut pergantian pemerintahan, Harmoko mengejutkan banyak orang dalam konferensi pers dengan meminta presiden untuk mundur dalam waktu lima hari. Kemungkinan karena ia mungkin merasa kecewa dengan pemecatannya sebagai menteri penerangan, pemecatannya sebagai calon wakil presiden, dan rumahnya yang dibakar oleh para pengunjuk rasa. Suharto melihat permintaan Harmoko sebagai pengkhianatan, sementara Tadjus Sobirin, mantan ketua cabang Golkar Jakarta, menyebut Harmoko "Brutus" dalam pertemuan pimpinan partai, merujuk pada senator Romawi Marcus Junius Brutus, yang membunuh paman besarnya Julius Caesar. Harmoko meninggal pada 4 Juli 2021 di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto akibat COVID-19, dan dimakamkan keesokan harinya di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

== Kehidupan Awal dan Pendidikan ==

Harmoko lahir di Desa Patianrowo, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Hindia Belanda, pada tanggal 7 Februari 1939. Ia adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Harmoko dibesarkan oleh kedua orang tuanya, ibunya, Soeriptinah, dan ayahnya, Asmoprawiro. Ia memulai pendidikannya di Sekolah Rakyat (setara dengan sekolah dasar saat ini), sebelum melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Harmoko akhirnya aktif di Persatuan Budaya Surakarta, dan mengikuti pendidikan jurnalistik di sana. Ia mengikuti Program Reguler VII di Lembaga Ketahanan Nasional. Ia melanjutkan usahanya di bidang jurnalistik, dan mengikuti sekolah jurnalistik di Jakarta.

== Karir Jurnalistik ==

Setelah lulus dari sekolah jurnalistik di Jakarta, ia bekerja sebagai jurnalis dan kartunis di surat kabar Harian Merdeka, hingga tahun 1962, ketika ia meninggalkan untuk bekerja di majalah Berita Merdeka. Pada tahun 1964, ia meninggalkan Berita Merdeka, dan pergi untuk bekerja di Harian Angkatan Bersenjata. Ia melanjutkan karir jurnalistiknya di API Daily pada tahun 1965, sebelum menjabat sebagai redaktur kepala majalah berbahasa Jawa, Merdiko. Pada tahun berikutnya, ia menjadi kepala surat kabar Harian Mimbar Kita. Pada tahun 1970, bersama dengan beberapa teman, ia mendirikan surat kabar sendiri, Pos Kota. Pos tersebut dirancang sebagai surat kabar harian, dengan perspektif rakyat, yang bertujuan untuk mewakili suara rakyat.

Karir