Ketika Sepak Bola Kehilangan Sisi Kemanusiaan: Raheem Sterling dan Paksaan Latihan Terpisah

Richard Andreas | 25 September 2025 18:00
Ketika Sepak Bola Kehilangan Sisi Kemanusiaan: Raheem Sterling dan Paksaan Latihan Terpisah
Aksi Raheem Sterling dalam laga Premier League antara Manchester City vs Chelsea, Minggu (18/2/2024) dini hari WIB. (c) AP Photo/Dave Thompson

Bola.net - Praktik memisahkan pemain dari skuad utama kembali mencuat ke permukaan dan menjadi perbincangan hangat. Lebih dari sekadar aspek fisik, fenomena ini dinilai telah merenggut nilai kemanusiaan dalam sepak bola modern.

Para pemain yang diasingkan dari rekan-rekannya kerap merasakan perlakuan yang tidak profesional, seolah mereka dianggap sebagai beban yang harus segera disingkirkan dari klub.

Advertisement

Kasus terkini muncul dari Chelsea, di mana Raheem Sterling dan Axel Disasi dilaporkan harus menjalani sesi latihan pada waktu yang tidak biasa, terpisah dari skuad utama. Situasi ini memicu perhatian serius dari Asosiasi Pesepakbola Profesional (PFA) yang menganggap perlakuan tersebut tidak layak.

Fenomena pengasingan ini bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia sepak bola. Manchester United pada musim panas lalu juga pernah menerapkan pola serupa terhadap beberapa pemain bintangnya.

Sejarah panjang praktik ini membuktikan bahwa klub-klub sering memanfaatkan pengasingan latihan sebagai instrumen tekanan, bukan sebagai solusi yang konstruktif.

1 dari 4 halaman

Kontroversi Chelsea dengan Sterling-Disasi

Kontroversi Chelsea dengan Sterling-Disasi

Pemain sayap Chelsea, Raheem Sterling. (c) Chelsea Official

Chelsea menjadi pusat perhatian setelah Sterling mengunggah foto dirinya sedang berlatih pada pukul 20.21. Publik mulai mempertanyakan alasan mengapa seorang pemain berkelas dunia dipaksa menjalani sesi latihan pada jam yang sangat tidak wajar.

Tidak lama kemudian, berbagai laporan mengonfirmasi bahwa Sterling dan Disasi memang dipisahkan dari skuad utama. Enzo Maresca, pelatih Chelsea, malah menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap situasi tersebut.

Ia bahkan membandingkan kondisi tersebut dengan ayahnya yang berprofesi sebagai nelayan selama puluhan tahun, seakan menyiratkan bahwa para pemain seharusnya menerima kondisi apa pun yang diberikan. Perlakuan ini kemudian memancing intervensi dari PFA, yang berpendapat bahwa pemain tetap berhak mendapatkan lingkungan latihan yang profesional dan bermartabat.

Kasus Chelsea ini semakin memperjelas bahwa pengasingan latihan bukanlah metode pembinaan yang tepat, melainkan bentuk tekanan psikologis yang tidak sehat.

2 dari 4 halaman

Jejak Kelam di Manchester City Era Mancini

Praktik serupa pernah terjadi di Manchester City ketika Roberto Mancini masih menjabat sebagai pelatih. Beberapa pemain, di antaranya Craig Bellamy, Emmanuel Adebayor, dan Wayne Bridge, dipaksa berlatih terpisah dari skuad utama.

Mereka bahkan dilarang memasuki kompleks latihan sebelum rekan-rekan mereka menyelesaikan sesi latihan. Pemisahan ini tidak hanya merugikan para pemain senior, tetapi juga berdampak negatif pada kepercayaan diri pemain muda.

Dalam salah satu kasus, seorang bek muda dilaporkan kehilangan kepercayaan diri setelah berminggu-minggu harus menghadapi Adebayor dalam sesi latihan. Pengasingan tersebut bahkan berubah menjadi tekanan psikologis yang intens.

Para pemain diberikan jadwal khusus, seperti berlatih sendirian pada sore hari atau bahkan di akhir pekan ketika tim lain sedang mendapat hari libur. Bagi banyak pemain, perlakuan tersebut terasa lebih seperti penghinaan daripada program latihan yang serius.

3 dari 4 halaman

Psikologi Sebagai Alat Tekanan Klub

Psikologi Sebagai Alat Tekanan Klub

Selebrasi Raheem Sterling dalam laga Liga Champions 2022/2023 Chelsea vs Salzburg, Kamis (15/9/2022) (c) AP Photo

Kisah Sterling dan Disasi menunjukkan bahwa pola pengasingan ini terus berulang dalam sepak bola modern. Pemain dipaksa berlatih terpisah sebagai strategi klub untuk memaksa mereka meninggalkan tim.

Waktu latihan sengaja dipilih agar menciptakan ketidaknyamanan, bahkan dirancang sedemikian rupa agar mereka kehilangan kontak dengan rekan satu tim. Bagi para pemain, kondisi ini tidak hanya merusak motivasi tetapi juga menciptakan jarak emosional dengan klub yang mereka bela.

Banyak dari mereka akhirnya memilih untuk hengkang, bukan karena keinginan pribadi, tetapi karena merasa terpaksa untuk pergi. Klub memang beralasan bahwa manajemen skuad tidak dapat menampung terlalu banyak pemain.

Namun, cara mengasingkan dengan jam latihan yang aneh atau pelarangan akses fasilitas justru menegaskan sisi bisnis yang kejam dalam sepak bola kontemporer.

4 dari 4 halaman

Ketimpangan Kekuasaan Antara Klub dan Pemain

Fenomena pengasingan ini menegaskan betapa timpangnya kekuasaan antara klub dan pemain. Kontrak dan gaji sering dijadikan alasan bahwa pemain harus menerima perlakuan apa pun dari manajemen klub.

Padahal, bagi mereka, kehilangan kesempatan berlatih bersama tim jauh lebih merugikan daripada persoalan finansial semata. Kisah Sterling, Disasi, hingga pengalaman para pemain di Manchester City menunjukkan bagaimana klub dapat membuat hidup pemain terasa seperti dalam penjara.

Pada akhirnya, para pemain terpaksa memilih jalan keluar, meski hal tersebut bukan merupakan keinginan mereka yang sebenarnya. Mungkin inilah sisi gelap sepak bola yang jarang diungkap secara terbuka.

Para pemain memang menjadi bintang saat berada di lapangan, tetapi di balik layar, mereka bisa dipaksa untuk menanggung perlakuan yang keras dan tidak manusiawi.

LATEST UPDATE