Scolari, Anelka, Chelsea, dan Kisah Tentang Rumitnya Mengelola Ego Pemain Bintang
Gia Yuda Pradana | 20 Juni 2025 10:48
Bola.net - Luiz Felipe Scolari datang ke Chelsea dengan reputasi mentereng. Ia adalah pelatih yang membawa Brasil menjadi juara dunia 2002 dan dianggap mampu memberi warna baru bagi klub asal London Barat. Namun, perjalanan Scolari di Stamford Bridge ternyata hanya berlangsung tujuh bulan.
Di bawah kepemilikan Roman Abramovich yang terkenal tak sabaran, Scolari menjadi korban ekspektasi tinggi dan gejolak ruang ganti. Pada Februari 2009, ia dipecat dari jabatannya meski Chelsea masih bersaing di papan atas. Dalam refleksinya, ia menunjuk satu nama sebagai penyebab utama: Nicolas Anelka.
Kisah singkat ini tidak hanya mencerminkan kerasnya persaingan di Premier League, tetapi juga memperlihatkan betapa rumitnya mengelola ego dalam tim bertabur bintang, terutama ketika pemain merasa posisi dan perannya tergeser.
Anelka yang Menolak Dimainkan Melebar
Scolari mencoba memaksimalkan duet Didier Drogba dan Nicolas Anelka, dua penyerang dengan naluri tajam. Namun, ia justru menemukan hambatan besar dari dalam. Ketika Drogba pulih dari cedera, Scolari berharap Anelka bersedia bermain melebar demi menampung dua striker.
“Saya punya Anelka sebagai penyerang utama. Nomor 9. Pencetak gol terbanyak liga,” ujar Scolari kepada ESPN Brasil, dikutip talkSPORT. “Saat semua pemain kembali, saya bilang, ‘Sekarang Drogba sudah pulih setelah dua bulan, kita coba skema dengan dua penyerang, satu di tengah dan satu di sisi, bisa saling bertukar posisi.’”
Namun, rencana itu ditolak mentah-mentah oleh Anelka. “Lalu Anelka, pencetak gol terbanyak liga, bilang, ‘Saya tidak main di sayap.’ Ya sudah, saya bilang, ‘Kalau begitu, kamu tidak main di sayap, salah satu dari kalian main di kiri, selesai, saya tidak mau berdebat lagi,’” ucap Scolari.
Suasana Panas dan Akhir yang Dini
Konflik kecil itu perlahan membesar. Ketegangan di ruang ganti tak bisa dihindari, bahkan ketika Chelsea masih berada di papan atas klasemen. Tim asuhan Scolari saat itu duduk di posisi ketiga, hanya terpaut tujuh poin dari Manchester United.
“Saya keluar dari sana saat kami ada di posisi ketiga klasemen, tiga atau empat poin dari puncak,” kenangnya. “Kami juga lolos ke babak 16 besar Liga Champions. Namun, ada suasana yang tidak enak, situasi itu.”
Ia juga membantah anggapan bahwa kendala bahasa menjadi penyebab utamanya gagal. “Mereka bilang, ‘Karena Anda tidak bisa bahasa Inggris dengan sempurna.’ Tentu saja tidak. Saya tidak bicara Inggris dengan sempurna,” ujar Scolari. “Namun, saya mengerti dengan baik. Dengan bahasa Inggris saya dan bahasa Inggris yang digunakan di sana, kami saling mengerti.”
Datangnya Hiddink dan Duet yang Sukses
Guus Hiddink kemudian datang sebagai pengganti sementara dan langsung membawa stabilitas. Dalam 22 laga, ia memenangkan 16 pertandingan, membawa Chelsea finis di posisi ketiga, dan menjuarai Piala FA. Pendekatannya terhadap Anelka dan Drogba sangat berbeda dari Scolari.
Hiddink memainkan keduanya secara bersamaan. Chelsea kadang memakai formasi 4-4-2 atau 4-3-3, dengan Anelka bergerak ke sisi kanan. Hasilnya positif: Anelka mencetak gol dalam empat laga terakhir Premier League dan merebut Sepatu Emas—satu-satunya sepanjang kariernya.
Duet ini bahkan bertahan hingga musim berikutnya di bawah asuhan Carlo Ancelotti. Chelsea akhirnya meraih gelar ganda, Premier League dan Piala FA, dengan Drogba sebagai ujung tombak dan Anelka tampil fleksibel di lini depan.
Akhir Karier Eropa Scolari dan Pelajaran Pahit
Nasib Scolari tak seindah klub yang ia tinggalkan. Setelah dipecat dari Chelsea, ia tak pernah lagi melatih klub Eropa. Masa singkatnya di Stamford Bridge menjadi semacam titik balik dalam karier pelatih yang sebelumnya begitu disegani.
Bagi Chelsea, era pasca-Scolari melahirkan pendekatan baru dalam mengelola ego pemain bintang. Namun bagi Scolari, semua itu menyisakan luka. “Saya tidak tahu kalau saya bertahan, apa yang akan terjadi, tapi semuanya terhenti, dan itu membuat saya kesal,” tuturnya.
Kini, kisah Scolari dan Anelka menjadi bagian menarik dalam sejarah Chelsea: tentang betapa pentingnya komunikasi, kompromi, dan kepemimpinan dalam mengelola tim elit di level tertinggi sepak bola.
Sumber: ESPN Brasil, talkSPORT
Baca Artikel-artikel Menarik Lainnya:
- Cole Palmer: Nomor 10 Chelsea, Messi dan Rooney Sebagai Sumber Inspirasi
- Jose Mourinho Buat Sepak Bola Turki Bergolak!
- Real Madrid Masih Banyak Kekurangan: Evaluasi dari Hasil Imbang Kontra Al Hilal
- Penjaga Gawang, Penjaga Harapan: Yassine Bounou dan Momen Magis vs Real Madrid
- Al Hilal dan Keberanian dari Padang Pasir: Menahan Madrid, Menantang Dunia
TAG TERKAIT
BERITA TERKAIT
-
6 Kandidat Pengganti Igor Tudor di Juventus: Ada Eks Inter Milan
Editorial 21 Oktober 2025, 22:27 -
Prediksi Eintracht Frankfurt vs Liverpool 23 Oktober 2025
Liga Champions 21 Oktober 2025, 22:07 -
4 Pemain Baru Manchester United yang Bantu Ruben Amorim Taklukkan Liverpool di Anfield
Editorial 21 Oktober 2025, 22:04 -
Apakah Arne Slot Akan Dipecat Liverpool?
Liga Inggris 21 Oktober 2025, 21:25
LATEST UPDATE
-
Setelah Cetak Hat-trick Perdana, Fermin Lopez Pede Tatap Laga El Clasico
Liga Champions 22 Oktober 2025, 04:59 -
Hasil Union Saint-Gilloise vs Inter Milan: Tim Tamu Bantai Tuan Rumah Tanpa Ampun
Liga Champions 22 Oktober 2025, 04:35 -
Link Live Streaming Bayer Leverkusen vs PSG - Nonton Liga Champions/UCL di Vidio
Liga Champions 22 Oktober 2025, 01:04 -
Link Live Streaming Newcastle vs Benfica - Nonton Liga Champions/UCL di Vidio
Liga Champions 22 Oktober 2025, 01:02 -
Link Live Streaming PSV Eindhoven vs Napoli - Nonton Liga Champions/UCL di Vidio
Liga Champions 22 Oktober 2025, 01:01
LATEST EDITORIAL
-
6 Kandidat Pengganti Igor Tudor di Juventus: Ada Eks Inter Milan
Editorial 21 Oktober 2025, 22:27 -
4 Pemain Baru Manchester United yang Bantu Ruben Amorim Taklukkan Liverpool di Anfield
Editorial 21 Oktober 2025, 22:04