Klub Premier League Melaju Mulus di Liga Champions: Tanda Kesenjangan Kompetisi?

Klub Premier League Melaju Mulus di Liga Champions: Tanda Kesenjangan Kompetisi?
Selebrasi Phil Foden dalam laga Liga Champions antara Manchester City vs Borussia Dortmund, Kamis (6/11/2025). (c) AP Photo/Ian Hodgson

Bola.net - Putaran terbaru Liga Champions kembali menegaskan pola yang mulai terasa familiar. Klub-klub Premier League tampil hampir sempurna, menguasai lawan-lawannya dengan jarak performa yang terlihat cukup lebar sepanjang pekan ini. Dari enam pertandingan yang dijalani, lima berakhir dengan kemenangan tim Inggris dan satu laga berakhir imbang.

Liverpool mengatasi Real Madrid meski sebelumnya berada dalam tekanan performa. Newcastle menundukkan Athletic Bilbao, Arsenal menang meyakinkan atas Slavia Praha, Manchester City menghabisi Borussia Dortmund, dan Tottenham menghajar FC Copenhagen. Satu-satunya hasil yang tidak berupa kemenangan adalah imbangnya Chelsea di markas Qarabag.

Ketika satu-satunya celah bagi tim Eropa lain adalah memaksa klub Inggris menempuh perjalanan jauh, muncul pertanyaan besar soal keseimbangan kompetisi. Apakah ini kondisi yang sehat bagi Liga Champions?

Sejauh fase liga berjalan, empat dari delapan tiket otomatis ke babak berikutnya saat ini ditempati klub Inggris. Arsenal, City, Liverpool, dan Newcastle berada di jalur aman, sementara Spurs dan Chelsea masih berada dalam posisi kompetitif untuk menyusul.

Agar kamu tidak ketinggalan informasi terbaru seputar Liga Champions, kamu bisa join di Channel WA Bola.net dengan KLIK DI SINI.

1 dari 3 halaman

Inggris Mendominasi: Fakta dan Angka yang Muncul di Fase Awal

Total 24 pertandingan sudah dimainkan klub Premier League sejauh ini, dan hanya tiga di antaranya berakhir dengan kekalahan.

Dua terjadi saat menghadapi Bayern Munchen dan Barcelona, sedangkan satu lainnya dialami Liverpool dalam laga tandang melawan Galatasaray. Secara umum, performa kolektif ini mencerminkan efisiensi yang sangat tinggi.

Salah satu faktor yang mendukung situasi ini adalah pemisahan klub dari negara yang sama dalam undian fase liga. Aturan tersebut dimaksudkan agar variasi pertandingan tetap terjaga, tetapi efek sampingnya cukup terasa: klub Inggris menghadapi lawan dari liga lain yang secara rata-rata memiliki sumber daya finansial lebih kecil.

Koefisien UEFA kini juga mencerminkan dominasi ini. Usai rangkaian pertandingan terbaru, koefisien Inggris dalam lima musim terakhir telah melewati angka 100, jauh di atas Italia dan Spanyol. Angka tersebut menjadi indikator objektif bahwa kesenjangan performa mulai melebar.

Bagi Premier League, ini tentu dianggap sebagai bukti kekuatan kompetisi. Namun bagi Liga Champions sebagai turnamen, hal ini memunculkan kekhawatiran soal berkurangnya persaingan.

2 dari 3 halaman

Faktor Finansial: Jarak yang Kian Sulit Dijembatani

Faktor Finansial: Jarak yang Kian Sulit Dijembatani

Selebrasi Mikel Merino dalam laga Liga Champions antara Slavia Praha vs Arsenal, Rabu (5/11/2025). (c) AP Photo/Petr David Josek

Dominasi ini tidak muncul tiba-tiba. Klub Inggris telah berada di posisi keunggulan finansial dalam waktu lama. Premier League menghabiskan lebih dari 3 miliar pounds untuk transfer pada bursa musim panas lalu, jumlah yang lebih besar dibandingkan gabungan empat liga top lainnya.

Liverpool saja mengeluarkan sekitar 415 juta pounds, jumlah yang mendekati total belanja seluruh klub Ligue 1. Di luar klub-klub seperti Barcelona, Real Madrid, PSG, atau Bayern Munich, sebagian besar tim Eropa lainnya tidak memiliki daya tawar serupa.

Kondisi ini menyebabkan situasi di mana klub Inggris tidak hanya mampu mendatangkan pemain terbaik, tetapi juga memiliki ruang untuk melakukan kesalahan rekrutmen tanpa dampak besar.

Contoh paling mencolok adalah ketika klub papan tengah Premier League dapat membeli pemain kunci dari klub besar liga lain. Ketika Newcastle dapat merekrut Malick Thiaw dari Milan, dan Milan tidak mampu mempertahankannya, terlihat jelas perbedaan kapasitas finansial yang memengaruhi keseimbangan kompetitif.

Selama sumber pendapatan Premier League tetap tinggi, terutama dari hak siar global, kesenjangan ini sulit terlihat akan mengecil.

3 dari 3 halaman

Dominasi Fase Awal Bukan Jaminan Gelar

Meski tampil dominan pada fase awal, keberhasilan klub Inggris dalam meraih trofi Liga Champions sebenarnya tidak sebanyak yang dibayangkan bila dibandingkan kekuatan finansial mereka. Sejak era Liga Champions modern dimulai, tim Inggris baru menjadi juara tujuh kali dalam 33 edisi.

Real Madrid, yang menjadi pengecualian khusus dalam kompetisi ini, memenangkan gelar lebih sering dibandingkan gabungan klub Inggris dalam periode yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa dominasi daya beli dan kedalaman skuad tidak selalu memastikan gelar di akhir musim.

Namun setidaknya pada fase ini, enam wakil Inggris terlihat sangat siap bersaing. Sejauh ini, mereka menyapu hampir semua lawan, menciptakan rasa superioritas yang sulit diabaikan.