Lukanya Kering tapi Dukanya Belum, Devi Athok Memaknai Hidup Setelah Tragedi Kanjuruhan

Lukanya Kering tapi Dukanya Belum, Devi Athok Memaknai Hidup Setelah Tragedi Kanjuruhan
Devi Athok kehilangan dua putrinya yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan (c) Prasetyo Lanang

Bola.net - Hujan baru saja reda ketika kami sampai di rumahnya, di kawasan Bululawang, Kabupaten Malang, beberapa waktu lalu. Lampu rumahnya agak redup, seperti suasana hati sang pemilik rumah. Namun, masih ada energi yang besar di rumah itu.

Setelah mempersilahkan kami masuk, sang tuan rumah menawarkan minum. Setelah itu, rangkaian kata-kata keluar dari mulutnya. Sorot matanya tajam, lebih tajam dari lampu di ruang tamu rumahnya.

Devi Athok Yulfitri, itulah nama sang tuan rumah. Dia adalah kehilangan dua putrinya dalam Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022, usai laga Arema FC lawan Persebaya Surabaya. Devi Athok masih ingat betul setiap detik kejadian yang mengubah hidup dan cara pandangnya tentang sepak bola.

"Coba pegang ini, mas," ucap Devi Athok sambil menyodorkan kepalanya. "Di sebelah sini ada luka. Ini saya dapat waktu di insiden Sleman. Kalau yang ini kejadiannya di Blitar kalau tidak salah," sambung pria 45 tahun.

Luka itu sudah kering, bahkan tidak lagi terasa sakitnya. Hanya tinggal bekasnya. Bagi Devi Athok, luka itu adalah penanda bahwa dia pernah jadi bagian dari suporter yang rela memberikan segalanya untuk klub yang didukung, Arema FC.

"Dulu, sebelum musim dimulai saya sudah coret-coret kalender. Menentukan jadwal libur dan melihat laga tandang. Sudah jauh-jauh hari bilang ke bos izin libur. Tandang saja kita datang, apalagi saat bermain di kandang sendiri," kata Devi Athok.

Mendung gelap di atas patung singa di area Stadion Kanjuruhan (c) Bagaskara LazuardiMendung gelap di atas patung singa di area Stadion Kanjuruhan (c) Bagaskara Lazuardi

Namun, malam 1 Oktober 2022 jadi titik balik perjalanan Devi Athok sebagai seorang suporter sepak bola. Malam itu, satu momen yang tidak pernah ada dalam angan-angan Devi Athok terjadi. Dua putrinya, Natasya Demi Ramadani (16) dan Nayla Debi Anggraini (13) meninggal di tribune.

Devi Athok sendiri yang mengenalkan dua putrinya dengan sepak bola. Dia yang dulu sering mengajak Natasya dan Nayla ke tribune untuk menyaksikan sepak bola. Dulu, ketika sepak bola masih jadi bagian dari hidupnya.

"Dulu, bagi saya, jadi suporter itu harus memberikan segalanya dan selamanya ada untuk mendukung klub. Lebih dari uang untuk beli tiket. Luka di kepala ini tadi buktinya," katanya.

Kini, Devi Athok punya cara pandang baru. Baginya, seorang suporter tidak harus memberikan segalanya pada klub. Loyalitas bukan berarti memberikan segalanya, termasuk nyawa. "Jangan ada lagi istilah suporter harus berikan segalanya dan selamanya," katanya.

1 dari 2 halaman

Keadilan yang Belum Didapatkan Korban

Keadilan yang Belum Didapatkan Korban

Cover Story Kanjuruhan (c) Bagaskara Lazuardi

Laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menyebut Tragedi Kanjuruhan menimbulkan korban 712 orang, 132 orang meninggal (kemudian menjadi 135 orang). Dua dari 135 korban meninggal tersebut merupakan putri dari Devi Athok.

Jumlah itu belum termasuk Cahaya Meida Salsabila. Seorang anak perempuan yang wafat karena trauma dan kesedihan mendalam setelah ayah dan kakaknya jadi korban meninggal di Tragedi Kanjuruhan. Dia menyusul ayah dan kakaknya, sebulan setelah Tragedi Kanjuruhan.

Insiden terburuk dalam sejarah sepak bola Indonesia itu lantas masuk ke meja hijau. Tragisnya, proses persidangan maupun putusan diniali belum memenuhi unsur keadilan bagi korban dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.

"Kita mendorong rehabilitasi bagi keluarga korban, termasuk mendorong proses hukum yang berkeadilan bagi korban, tapi faktanya kan justru vonis bebas ya bagi terduga pelaku," kata Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah.

"Itu cukup mengecewakan kita semua dan melukai keadilan bagi para korban dan keadilan publik," kata Anis Hidayah.

Jika melihat jumlah korban dan dampak yang ditimbulkan, seperti kata Anis Hidayah, hukuman bagi mereka yang bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan memang melukai kedalian publik. Apalagi, proses peradilan juga hanya menjerat pelaku di lapangan.

Berdasarkan keputusan di Mahkamah Agung (MA), ada lima orang yang dihukum karena Tragedi Kanjuruhan. Berikut adalah daftarnya:

  • Abdul Haris (2 tahun penjara)
  • Suko Sutrisno (1 tahun penjara)
  • Hasdarmawan (1 tahun 6 bulan)
  • AKP Bambang Sidik Achmadi (2 tahun penjara)
  • Kompol Wahyu Setyo Pranoto (2,5 tahun penjara)

Bagi Devi Athok, hukuman itu jelas melukai nuraninya. Dia merasa keadilan tidak berpihak pada korban. Namun, seperti duka yang terus menggelayut dalam benaknya, tenaganya untuk berupaya mendapatkan keadilan tidak akan pernah surut.

"Bagi saya, duka akan terus terasa. Saya berjanji pada dua anak saya. Selama masih diberi Tuhan kekuatan, saya akan berjuang untuk mendapatkan keadilan yang selayaknya bagi mereka. Hanya itu keinginan saya sekarang," kata Devi Athok.

Pertandingan Selanjutnya
Liga 1 Liga 1 | 13 September 2025
Arema FC Arema FC
15:30 WIB
Dewa United Dewa United
2 dari 2 halaman

Kembalinya Gemuruh di Atas Lapangan

Kembalinya Gemuruh di Atas Lapangan

Selebrasi pemain Arema FC setelah menjadi juara Piala Presiden 2024. (c) Bola.net/Bagaskara Lazuardi

Setelah Tragedi Kanjuruhan, Arema FC ada di titik nadir. Keputusan untuk ambil bagian pada lanjutan Liga 1 2022/2023 dapat banyak kritik. Pada akhirnya, Singo Edan finis di posisi ke-12 klasemen akhir musim tersebut.

Pada musim 2023/2024, sesuatu yang tak lazim terjadi di tubuh Arema FC. Mereka tak lolos AFC Club Licencing (lisensi klub profesional). Sesuatu yang tidak pernah dialami klub sejak 2017 hingga 2021. Arema FC juga harus berjibaku untuk sekadar lolos dari degradasi ke Liga 2.

Performa Arema FC sangat labil sepanjang musim 2023/2024. Arema FC merasakan dilatih lima pelatih yang berbeda. Mereka juga tidak bisa menggelar laga kandang di Malang melainkan di Bali. Sektor ekonomi klub juga mengalami pukulan sangat keras.

Pada musim 2024/2025, Arema FC menyemai harapan baru. Singo Edan meraih gelar juara di turnamen pramusim Piala Presiden 2024. Arema FC berhak atas hadiah senilai Rp5 miliar, dan menyumbangkan sebagian hadiah tersebut untuk korban Tragedi Kanjuruhan.

"Kami sadar bahwa materi tidak dapat mengganti nyawa, namun kami ingin berbagi kebahagiaan ini dengan para keluarga korban. Masing-masing keluarga tetap mendapat Rp5 juta," kata General Manager Arema FC, Yusrinal Fitriandi.

Musim ini, Arema FC memainkan laga kandang mereka di Stadion Soepriadi Blitar. Di tribune, dukungan fans mulai terlihat. Pada laga pekan ke-1 Liga 1, saat menjamu Borneo FC, sebanyak 839 penonton datang untuk menyaksikan aksi Johan Farizi dan kolega.

Sepak bola di Malang terus bergulir usai Tragedi Kanjuruhan. Situasinya tidak lagi sama seperti sebelumnya. Tidak sedikit fans yang masih trauma dan memilih menepi. Namun, ada juga yang kembali ke tribune untuk menyertai perjalanan klub yang didukungnya.

Pilihan Devi Athok jelas. Dia menarik garis tegas dengan sepak bola yang pernah jadi bagian dari hidupnya. Dia tidak akan kembali ke tribune. "Ini pilihan saya dan mari kita saling menghormati dengan pilihan masing-masing," kata Devi Athok.

*Artikel ini adalah tugas Kursus Digital Storytelling yang diselenggarakan ABC International Development (ABCID) di Kota Malang, 24-30 Agustus 2024