Manchester United dan Final yang Mengiris Hati: Antiklimaks di Balik Dominasi

Manchester United dan Final yang Mengiris Hati: Antiklimaks di Balik Dominasi
Son Heung-min dan Rodrigo Bentancur merayakan kemenangan Tottenham atas Manchester United pada final Liga Europa di San Mames,Kamis (22/5/2025). (c) AP Photo/Bernat Armangue

Bola.net - Manchester United mengakhiri perjalanan di Liga Europa 2024/25 dengan getir. Setelah 14 laga tanpa kekalahan, Setan Merah justru tumbang di final melawan Tottenham (0-1). Kekalahan ini bukan hanya merampas trofi, tetapi juga menutup pintu Liga Champions musim depan.

Di Premier League, MU memang terpuruk, tapi mereka tampil perkasa di Eropa. Dari fase liga hingga semifinal, tim asuhan Ruben Amorim menunjukkan kematangan dan karakter juara. Sayang, dominasi itu kandas di San Mames, stadion yang seharusnya jadi panggung penegasan kehebatan mereka.

Musim ini pun berakhir tanpa cahaya, tanpa trofi, tanpa tiket Eropa. Ini adalah sebuah antiklimaks untuk klub yang sempat memberi harapan lewat performa gemilang di kancah kontinental.

1 dari 4 halaman

MU Tangguh di Fase Liga: Tak Terkalahkan

Manchester United memulai Liga Europa dengan hasil imbang melawan Twente (1-1). Dua laga berikutnya vs Porto dan Fenerbahce juga berakhir sama kuat. Meski tertatih, mereka tak kehilangan soliditas.

Kemenangan pertama datang saat menjamu PAOK (2-0). Sejak itu, MU seperti menemukan ritme. Bodo/Glimt, Plzen, Rangers, dan Steaua Bucharest ditaklukkan dengan keyakinan tinggi. Delapan laga tanpa kekalahan menjadi pendongkrak mental.

Hasil itu membawa MU ke peringkat tiga fase liga. Meski demikian, performa mereka di fase liga menempatkan Setan Merah sebagai kandidat juara yang disegani.

2 dari 4 halaman

MU Mengerikan di Fase Gugur: Kekuatan yang Hampir Sempurna

Babak 16 besar menjadi momen kebangkitan MU. Setelah imbang 1-1 di markas Real Sociedad, mereka menghancurkan sang lawan 4-1 di Old Trafford. Kemenangan itu menunjukkan betapa sulitnya menghentikan MU di kandang sendiri.

Laga dramatis terjadi di perempat final melawan Lyon. Duel sengit berakhir 5-4 lewat babak tambahan, menguji mental sekaligus ketahanan fisik. MU membuktikan diri sebagai tim yang tak mudah menyerah.

Di semifinal, Athletic Bilbao yang jadi korban. Kemenangan 3-0 di San Mames dan 4-1 di leg kedua memastikan MU ke final. Saat itu, semua yakin trofi sudah di depan mata.

3 dari 4 halaman

MU yang Tumbang di Laga Pemungkas: Ironi Pahit San Mames

Final berlangsung ketat. MU mendominasi penguasaan bola, tetapi Tottenham lebih efektif. Gol Brennan Johnson di babak pertama menjadi penentu nasib.

Setan Merah mencoba bangkit di babak kedua. Peluang Rasmus Hojlund dan Alejandro Garnacho gagal membuahkan gol. Upaya terakhir Luke Shaw lewat sundulan pun ditepis kiper Vicario.

Laga berakhir 1-0 untuk kemenangan Tottenham. MU pulang dengan tangan hampa, sementara Tottenham menari di panggung yang seharusnya jadi milik mereka. MU menalan kekalahan satu-satunya, tapi yang paling menyakitkan.

4 dari 4 halaman

Pukulan Telak untuk Setan Merah

Kekalahan di final Liga Europa adalah pukulan telak bagi MU. Performa gemilang di Eropa yang berakhir antiklimkas menggenapi kegagalan di Premier League. Musim ini jadi pengingat betapa sepak bola tak selalu adil.

Ruben Amorim harus menelan kenyataan pahit di musim pertamanya. Tanpa trofi, tanpa Champions League, proyek kebangkitan MU pun kembali dipertanyakan.

San Mames, yang semula diharap jadi saksi kejayaan, justru menjadi lokasi antiklimaks. Bagi Setan Merah, ini adalah akhir kisah yang terasa lebih pahit dari kekalahan biasa.