
Bola.net - Lassana Diarra, mantan gelandang yang pernah membela klub-klub raksasa seperti Chelsea, Arsenal, dan Real Madrid, kini menjadi sorotan utama. Ia mengumumkan akan menggugat FIFA atas kerugian karier yang ia alami. Diarra menuntut kompensasi fantastis sebesar €65 juta, atau sekitar Rp1,16 triliun.
Gugatan ini bukan sekadar klaim finansial biasa; jika berhasil, kasus ini berpotensi menjadi yang paling berpengaruh dalam dunia transfer sepak bola sejak Bosman Ruling pada tahun 1995. Konflik ini sendiri berakar pada perselisihan kontrak Diarra dengan Lokomotiv Moscow pada tahun 2015.
Sanksi FIFA yang muncul dari perselisihan tersebut dianggap tidak adil oleh Diarra, sehingga memicu perjuangan hukumnya yang panjang. Gugatan ini bisa saja menjadi titik balik bagi masa depan regulasi transfer pemain di seluruh dunia.
Awal Mula Konflik dan Sanksi FIFA
Kasus ini bermula ketika Lokomotiv Moscow mencoba memotong gaji Lassana Diarra pada tahun 2015. Sebagai bentuk protes atas tindakan tersebut, ia menolak ikut latihan bersama tim.
Tindakan Diarra ini berujung pada gugatan balik dari klub Rusia tersebut. Berdasarkan aturan FIFA, Diarra dinyatakan melanggar kontrak dan diwajibkan membayar kembali setengah dari biaya transfernya yang mencapai €20 juta, atau sekitar Rp358 miliar.
Diarra menilai keputusan itu tidak adil karena dirinya tidak terlibat dalam kesepakatan biaya transfer antara Lokomotiv dan Anzhi. Ia merasa menjadi korban dari sistem yang tidak transparan dan merugikan pemain.
Dampak Pahit pada Karier Lassana Diarra
Akibat keputusan FIFA yang memberatkan, Lassana Diarra tidak bisa mendapatkan sertifikat transfer internasional. Hal ini secara praktis membuat kariernya terhenti dan tidak dapat bermain di klub manapun.
Klub Belgia, Charleroi, sempat berminat merekrut Diarra, tapi niat tersebut batal diwujudkan. Mereka khawatir terbebani kewajiban finansial terkait biaya transfer, sehingga menutup peluang kariernya di Eropa.
Meski akhirnya bisa bermain untuk Marseille, Al Jazira, dan PSG, Diarra kehilangan sebagian besar masa keemasannya. Ia merasa dirampas kesempatan untuk mengembangkan potensi terbaiknya di puncak karier.
Perjuangan dan Dukungan di Balik Gugatan
Lassana Diarra mendapatkan dukungan penuh dari FIFPro, serikat pemain profesional internasional. Dengan dukungan ini, Diarra bertekad melawan sistem transfer FIFA yang dianggap ilegal dan tidak adil.
Diarra menyatakan bahwa ia telah dipaksa untuk berjuang dalam pertempuran hukum ini sejak Agustus 2014. "Saya telah dipaksa untuk berjuang dalam pertempuran hukum ini sejak Agustus 2014. Itu lebih dari 11 tahun!" ujarnya.
Ia menegaskan bahwa gugatan ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk pemain muda yang tidak memiliki kekuatan finansial maupun mental. "Saya melakukan ini untuk diri saya sendiri. Namun, saya juga melakukannya untuk pemain muda yang tidak punya kekuatan finansial maupun mental untuk menantang FIFA di pengadilan," kata Diarra.
Implikasi Hukum dan Masa Depan Transfer
Putusan Pengadilan Uni Eropa (CJEU) sudah lebih dulu memenangkan Lassana Diarra dalam kasus terkait. CJEU menilai beberapa aturan transfer FIFA melanggar prinsip kebebasan pekerja dan hukum persaingan Uni Eropa.
FIFPro mengklaim bahwa Pengadilan menegaskan sistem transfer mencegah pemain untuk menggunakan hak mereka mengakhiri kontrak kerja. Hak ini seharusnya secara prinsip diakui dalam regulasi, namun terhambat oleh sistem yang berlaku.
Kasus Diarra juga melahirkan Justice for Players (JfP), sebuah gerakan yang mendorong class action bagi para pemain yang mengalami kerugian serupa. Mereka bisa menuntut kompensasi tanpa biaya awal atau risiko identitas terbuka.
Meskipun ada harapan perubahan, penyelesaian gugatan class action JfP diperkirakan baru terjadi di akhir dekade ini. Semua perhatian kini tertuju pada Diarra, yang gugatannya diperkirakan selesai dalam 18 bulan ke depan, dan jika ia berhasil mendapatkan €65 juta, itu bisa menjadi langkah besar dalam merombak sistem transfer sepak bola.
Baca Artikel-artikel Menarik Lainnya:
- Yang Dikalahkan Timnas Indonesia U-17 Ternyata Bukan Uzbekistan yang Sebenarnya
- Starting XI Pemain-pemain yang Tak Diinginkan di Klub: Dari Donnarumma, Garnacho, hingga Nkunku
- Jual, Jual, Jual! Rp3 Triliun Lebih Masuk Kas AC Milan di Bursa Transfer Musim Panas
- AC Milan, Fleksibilitas Sistem Permainan, dan Transformasi Taktik 3-2-5
- Messi, Pemain Rival yang Paling Membuat Mourinho Berkembang Sebagai Pelatih
- Musim Panas Hemat ala Barcelona: Dari Jual Pemain sampai Pangkas Beban Gaji Skuad
Advertisement
Berita Terkait
-
Liga Italia 6 Oktober 2025 15:24
Daya Ledak Baru di Lini Depan yang Membuat Inter Milan Kini Menakutkan
-
Liga Italia 6 Oktober 2025 14:14
Hasil Tak Sepadan dengan Performa: Skor 0-0 Bukan Cerminan Upaya AC Milan
LATEST UPDATE
-
Tim Nasional 6 Oktober 2025 22:59
-
Tim Nasional 6 Oktober 2025 21:38
-
Tim Nasional 6 Oktober 2025 20:42
-
Liga Inggris 6 Oktober 2025 20:10
-
Tim Nasional 6 Oktober 2025 20:09
-
Tim Nasional 6 Oktober 2025 19:52
BERITA LAINNYA
-
bola dunia lainnya 1 Oktober 2025 09:47
-
bola dunia lainnya 29 September 2025 12:45
-
bola dunia lainnya 28 September 2025 05:43
-
bola dunia lainnya 26 September 2025 18:30
-
bola dunia lainnya 26 September 2025 18:18
-
bola dunia lainnya 25 September 2025 09:22
MOST VIEWED
HIGHLIGHT
- 7 Pemain Liverpool yang Awal Kariernya Lambat tapi...
- 5 Pelatih dengan Kartu Merah Terbanyak: Mourinho a...
- 10 Pemain Tercepat Raih 50 Gol Liga Champions: Haa...
- Peta Panas Pelatih Premier League: Slot Nyaman, Am...
- 5 Pemain yang Berpeluang Besar Raih Ballon dOr 202...
- 5 Pemain Peraih Ballon dOr Terbanyak: Lionel Messi...
- Tampil Impresif di Lapangan, 11 Pemain Ini Malah G...