Sony Dwi Kuncoro, Belajar dari Kegagalan dan Kesuksesan

- Menjadi pemain bintang pada cabang olahraga bulutangkis tidaklah semudah membalik telapak tangan, perlu pengorbanan, usaha, ketekunan dan prinsip hidup yang mampu memotivasi supaya berhasil.

Langkah itulah dilakukan Sony Dwi Kuncoro, salah seorang pemain bulutangkis tunggal putra terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini.

"Ketekunan selama mengikuti latihan bulutangkis sejak masih usia anak-anak, membuat saya dapat mewakili Indonesia dalam berbagai turnamen bulutangkis internasional," kata Sony yang pernah menduduki peringkat tiga dunia bulutangkis pada tahun 2004.

Selain ketekunan dan pengorbanan waktu serta tenaga yang telah diberikan, kata Sony, prinsip hidup yang dipegang selama ini yakni "belajar dari kegagalan dan kesuksesan" membuat dirinya dapat bersaing dengan pebulutangkis dunia.

Belajar dari kegagalan dalam meraih prestasi pada suatu pertandingan, artinya, kata Sony, melakukan introspeksi diri mengapa tidak berhasil dalam event itu.

Introspeksi itu sangat penting, untuk mencari tahu penyebab kekalahan dan bagaimana cara mengatasinya supaya menjadi lebih baik pada waktu mendatang, katanya.

"Kita akan mengetahui kekurangan yang dimiliki, untuk segera diperbaiki guna meningkatkan prestasi," tambah pemain asal Klub Suryanaga Gudang Garam itu.

Sedangkan belajar dari kesuksesan, artinya tidak cepat merasa puas dengan hasil yang dicapai. Tetapi harus terus belajar, sebab persaingan pemain di cabang bulutangkis semakin ketat, papar pemuda yang akan mengakhiri masa lajangnya Juli mendatang.

Keberhasilan yang diraih pemuda kelahiran Surabaya 7 Juli 1984 itu membawanya memperkuat tim Indonesia dalam kejuaraan bulutangkis beregu campuran Piala Sudirman, yang akan berlangsung 10-17 Mei di Ghongzhou, China.

Pada kejuaraan itu, Sony merupakan tumpuan harapan Indonesia pada sektor tunggal putra selain dua rekannya Simon Santosa dan Tomy Sugiarto.

"Saya sudah siap untuk bertanding pada kejuaraan itu," kata putra pasangan Moch Sumadji dan Asmiati yang masuk pelatnas pada 2001 itu.

Keterlibatan Sony pada kejuaraan Piala Sudirman kali ini adalah yang ketigakalinya setelah sebelumnya juga terpilih memperkuat tim Indonesia dalam kejuaraan yang sama pada 2005 di Beijing dan 2007 di Glasgow.

Kesempatan yang ketigakalinya memperkuat tim Indonesia di Piala Sudirman, kata Sonny, akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk tampil maksimal pada kejuaraan itu.

"Tekad saya, supaya Piala Sudirman tersebut dapat kembali lagi ke Indonesia, itu target saya dalam jangka pendek," katanya.

Tidak Pernah Bermimpi

Bagi Sony, menjadi duta bangsa dalam berbagai kejuaraan bulutangkis internasional tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

"Saya tidak pernah bermimpi untuk mewakili Indonesia pada berbagai kejuaraan internasional," kata peraih medali perunggu Olimpiade 2004 di Athena itu.

Dia menuturkan, dirinya mulai menekuni olahraga bulutangkis, pada usia delapan tahun saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) di Surabaya.

Pada usia masih kanak-kanak itu, orangtuanya memasukkan dia pada sebuah klub bulutangkis di Surabaya untuk menekuni cabang olahraga itu.

Selama mengikuti latihan tersebut, katanya, peran orang tua sangat besar, dengan memberikan motivasi supaya dapat bermain bagus dan berprestasi, sehingga apa yang diperolehnya selama ini, tidak lepas dari peranan orang tua yang terus mendukungnya.

Selain meraih medali perunggu Olimpiade, beberapa prestasi yang pernah ditorehkan Sony adalah meraih juara Asia sebanyak tiga kali pada 2002, 2003 dan 2005.

Sony juga memperkuat Tim Indonesia dalam kejuaraan beregu putra Thomas Cup sebanyak tiga kali, masing-masing pada 2004, 2006 dan 2008.

Sementara di arena SEA Games 2003 dan 2005, Sonny berhasil menyumbangkan medali emas bagi Indonesia.

Selain itu Sony juga mewakili Indonesia pada Olimpiade 2004 di Athena dan 2008 di Beijing.

Di Athena, Sony berhasil meraih medali perunggu setelah memupuskan harapan pebulutangkis Thailand, Boonsak Ponsana, dan mengalahkannya dengan angka 15-11, 17-16

Sementara pada Olimpaide 2008 di Beijing, Sony hanya sampai perdelapan final. Saat itu, ia harus mengakui keunggulan pebulutangkis Malaysia, Lee Chong Wei yang akhirnya berhasil menyumbang medali perak bagi negaranya.

Pada 2007, kendatipun dibalut cedera, Sony dapat melaju ke babak final Kejuaran Dunia, walau harus puas dengan hanya menjadi runner-up. Di kejuaraan itu Sony harus mengakui keunggulan pemain China, Lin Dan.

"Saya bangga dapat membela Indonesia dalam berbagai kejuaraan internasional yang diikuti," ujar Sony yang namanya sudah tidak asing lagi bagi para pencinta dan pemain bulutangkis Indonesia dan dunia.

Bahkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, pria bertinggi badan 171cm yang mempunyai hobi otomotif di di sela-sela kesibukannya berlatih itu menjadi idola karena prestasi yang diukirnya.

Dengan prinsip hidup, belajar dari kegagalan dan kesuksesan, Sonny masih menyimpan mimpi besar di cabang bulutangkis.

"Saya ingin tampil untuk membela Indonesia di Olimpiade 2012 dan menyumbangkan medali emas," pungkasnya. (kpl/zul)

Berita Terkait