Kini Bertabur Prestasi, Ini Kisah Pilu Indra Sjafri Kala Menangani Tim Kelompok Usia Indonesia

Kini Bertabur Prestasi, Ini Kisah Pilu Indra Sjafri Kala Menangani Tim Kelompok Usia Indonesia
Pelatih Timnas Indonesia U-19, Indra Sjafri (c) Bola.net/Bagaskara Lazuardi

Bola.net - Indra Sjafri terus membuktikan reputasinya sebagai salah satu pelatih terbaik Indonesia. Terakhir, Pelatih Indonesia U-19 ini membawa anak asuhnya meraih gelar juara Piala AFF U-19 2024.

Gelar ini menjadi gelar keempat pelatih 61 tahun tersebut. Sebelumnya, Indra sukses membawa Indonesia meraih medali emas cabang olahraga SEA Games 2023, gelar juara Piala AFF U-22 2019, dan Piala AFF U-19 2013 lalu. Selain itu, ada juga sejumlah gelar turnamen kelompok umur seperti HKFA dan turnamen-turnamen lain.

Namun, siapa sangka, perjalanan Indra Sjafri menangani tim kelompok umur Indonesia tak selamanya berlangsung mulus. Pada awal kariernya menakhodai tim kelompok umur Indonesia, perjalanannya tak mulus.

Apa saja onak dan duri yang dihadapi Indra Sjafri selama menangani tim kelompok umur Indonesia? Simak artikel selengkapnya di bawah ini.

1 dari 4 halaman

Dipandang Sebelah Mata

Saat ini, Indra Sjafri merupakan salah satu pelatih paling mentereng di Indonesia. Namun, tak demikian halnya dengan ketika ia mengawali kariernya tim kelompok umur Indonesia.

Dalam siniarnya di kanal youtube Sport77 Official, Indra mengaku sempat diremehkan oleh pelatih-pelatih lain. Apalagi, menurut Indra, ia bukan mantan pemain timnas.

"Saya pelatih yang banyak diprotes orang. Siapa sih Indra Sjafri? Kan background saya bukan pemain timnas? Saya orang desa, bukan pemain top," tutur Indra.

"Bukan hanya penonton, mantan-mantan pemain timnas banyak yang nggak suka, dalam artian, 'Siapa sih dia?" sambungnya.

2 dari 4 halaman

Korban Dualisme

Indra Sjafri bisa mengawali karier kepelatihan di tim nasional di tengah masa sulit. Waktu itu, kondisi federasi sedang tidak baik-baik saja. Terjadi konflik antara PSSI dan kelompok yang menamakan diri Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI).

"Dinamikanya waktu itu luar biasa. Orang bilang untuk sukses, organisasi harus bagus, modal harus kuat, program harus bagus. Ini organisasi masih ingat kan ada dualisme kepengurusan?" tutur Indra.

"Saya berjalan di organisasi yang sedang mengalami dualisme," sambungnya.

3 dari 4 halaman

Cari Pemain Sendiri

Lazimnya, dalam merekrut pemain, seorang pelatih tinggal memantau di kompetisi yang ada. Sayangnya, kemewahan ini tak dimiliki Indra Sjafri kala membangun timnya waktu itu.

"Waktu itu, saya melakukan pencarian pemain sendiri. Idealnya, kan harus dari kompetisi kita melihat kan? Tapi waktu itu nggak ada. Piala Soeratin pun kurang rapi lah," tuturnya.

"Akhirnya, saya blusukan ke 34 provinsi. Itu saya lakukan dari 2012 sampai 2013 dalam pembentukan tim untuk Piala AFF U-19 2013 itu," ungkap Indra Sjafri.

"Yang lebih parah lagi, biaya untuk ke daerah itu nggak ada support dari PSSI," ia menambahkan.

4 dari 4 halaman

Setahun lebih Tak Gajian

Buruknya dualisme di tubuh federasi juga sampai berdampak kepada kesejahteraan para pelatih, termasuk Indra Sjafri. Indra mengaku sempat setahun lebih tak menerima gaji dari PSSI.

"Waktu itu, 17 bulan loh saya sempat nggak dibayar gaji," kata Indra.

"Kalau nggak percaya, tanya ke Pak La Nyalla. Pak La Nyalla yang membayar waktu itu," sambungnya.

(Bola.net/Dendy Gandakusumah)