SOS: Mayoritas Pemain dan Pelatih Asing di ISC Ilegal

SOS: Mayoritas Pemain dan Pelatih Asing di ISC Ilegal
Juan Belencoso, salah satu pemain asing di ISC (c) Ist
- Sebuah fakta mengejutkan diungkapkan Save Our Soccer (SOS) terkait status pemain dan pelatih asing di ajang Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016. Dari hasil penelitian SOS, mayoritas pemain dan pelatih asing di ISC A 2016 tak memenuhi syarat administrasi keimigrasian.


Dalam penelitiannya, SOS menemukan sebagian besar pemain dan pelatih asing di ISC A 2016 tak memiliki Kartu Izin Tinggal Sementara/Terbatas (Kitas). Padahal, Kitas merupakan syarat mempekerjakan tenaga asing sesuai Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013.


Berdasarkan data yang dimiliki #SOS, sampai putaran pertama berlangsung tercatat ada 81 pemain dan pelatih asing yang keluar masuk dan berkiprah di ISC A 2016. Dari jumlah tersebut, 64 orang menggunakan visa on arrival, 16 orang memakai visa kunjungan usaha dan seorang lagi tak diketahui jenis visanya.


"Visa on arrival itu visa turis dan berlaku 30 hari. Tidak bisa digunakan untuk bekerja. Visa kunjungan usaha itu berlaku dua bulan dan bisa diperpanjang maksimal tiga kali alias enam bulan," ujar Koordinator SOS, Akmal Marhali.


"Untuk pekerja yang kontrak satu tahun mestinya harus mengurus KITAS. Bukan mensiasati dengan visa turis atau kunjungan usaha," sambungnya.


Menurut SOS, PT Gelora Trisula Semesta (PT GTS) -selaku operator- semestinya menjadi garda terdepan untuk mencegah penggunaan pemain dan pelatih asing ilegal demi reformasi tata kelola sepakbola nasional. Terlebih lagi, dalam regulasi dan manual ISC sudah ditetapkan aturan mengenai syarat penggunakan pemain/pelatih asing yaitu paspor, KITAS dan salinan kontrak kerja, seperti tercantum dalam pasal 32 ayat 1. Sementara, di pasal 33 tercantum bahwa GTS berhak melakukan verifikasi terhadap dokumen yang dipersyaratkan terhadap proses pendaftaran pemain.


"GTS tidak bisa lepas tangan terhadap pembiaran ini. Mereka yang mengesahkan boleh tidaknya pemain dan pelatih asing berkiprah di ISC. Artinya, mereka seharusnya menegakkan aturan. Jangan sampai di putaran kedua ISC hal semacam ini masih terjadi," tutur Akmal.


"Badan Olahraga Profesional (BOPI) selaku kaki tangan pemerintah juga tak boleh tinggal diam terhadap pekerja ilegal di sepakbola Indonesia. Kalau didiamkan sama saja artinya dengan ‘mengkhianati’ negara," imbuhnya.


Lebih lanjut, Akmal menambahkan, pemerintah harus bertindak tegas terhadap pelanggaran ini. Pasalnya, hal ini mendatangkan kerugian bagi negara.


"Klub peserta dan operator kompetisi harus ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku karena telah melanggar aturan negara. Klub dan operator yang membiarkan dan melakukan pembenaran terhadap masalah ini bisa dicabut izin usahanya bila mengaju kepada Permenakertrans nomor 12 Tahun 2013," ia menandaskan. [initial]
 (den/asa)