
Bola.net - Satu pekan berselang dari kekalahan menyakitkan di Emirates Stadium, Real Madrid bersiap menapaki kembali lorong Bernabeu dengan misi berat. Raja Eropa sekaligus sang juara bertahan harus membalikkan ketertinggalan 0-3 dari Arsenal.
Di hadapan publik sendiri, Los Blancos memanggil sejarah, tradisi, dan semangat comeback yang selama ini jadi ciri khas mereka di Liga Champions. Pertanyaannya: cukupkah semua itu untuk membungkam The Gunners?
Arsenal datang ke ibukota Spanyol dengan modal sempurna. Gol Declan Rice dari dua situasi bola mati serta penyelesaian tenang Mikel Merino memberi mereka keunggulan tiga gol tanpa balas. Kini, Madrid dituntut mencetak minimal empat gol tanpa balas jika ingin lolos ke semifinal tanpa adu penalti.
Tantangan itu bukan tidak mungkin, tetapi sangat langka. Ketika segalanya terasa hampir mustahil, sejarah Madrid di Eropa justru sering kali dimulai dari situ.
Agar kamu tidak ketinggalan informasi terbaru seputar Liga Champions, kamu bisa join di Channel WA Bola.net dengan KLIK DI SINI.
Dominasi Madrid vs Klub Inggris: Sebuah Tradisi Panjang
Dalam catatan panjang pertemuan melawan tim-tim Inggris, Real Madrid punya statistik yang solid: 26 kemenangan, 16 hasil imbang, dan 19 kekalahan. Mereka mencetak total 94 gol dan kebobolan 80 kali. Tidak buruk untuk klub yang kerap disebut momok di Eropa.
Khusus di Bernabeu, dominasi Madrid bahkan lebih terasa. Dari 26 laga kandang melawan tim Inggris, Madrid mencatatkan 13 kemenangan, 9 imbang, dan hanya 4 kali kalah. Artinya, Arsenal harus tampil sempurna jika ingin mempertahankan keunggulan tiga gol mereka.
Namun, sejarah juga mengingatkan bahwa Madrid tidak selalu tangguh di kandang. Salah satu dari empat kekalahan itu datang dari Arsenal sendiri pada 2006, saat Thierry Henry mencetak gol tunggal yang membuat Arsenal jadi tim Inggris pertama yang menang di Bernabeu.






Misi Balas Dendam: Bernabeu Pernah Jadi Neraka bagi Inggris
Madrid musim ini sudah membuktikan bahwa mereka bisa mengalahkan tim Inggris di fase gugur. Dalam babak play-off, mereka menyingkirkan Manchester City dengan agregat 6-3, termasuk kemenangan 3-1 di leg kedua di Bernabeu. Sebuah pernyataan bahwa markas Madrid tetap angker.
Musim ini pula, Madrid sempat kalah 0-2 di Anfield saat melawan Liverpool. Namun, kekalahan itu tidak menggambarkan seluruh cerita karena Madrid tetap melaju dan menunjukkan kapasitas mereka sebagai juara bertahan. Mereka tahu cara bangkit.
Saat melawan Atletico di babak 16 besar pun, Madrid tertinggal dan harus menjalani adu penalti. Hasilnya, mereka tetap lolos. Situasi sulit bukan hal baru bagi tim asuhan Carlo Ancelotti.
Luka Lama dari Premier League
Walau Madrid punya banyak kisah sukses melawan wakil Inggris, mereka juga punya catatan pahit. Tiga dari empat eliminasi terakhir mereka di Liga Champions datang dari klub Premier League. Chelsea, Manchester City, dan kembali City jadi batu sandungan dalam empat tahun terakhir.
Kekalahan dari City pada semifinal musim 2022/23 (agregat 1-5) dan dua kali dipukul di 2020 dan 2021 menandakan bahwa dominasi atas tim Inggris tidak selalu berlanjut. Ada tren bahwa Premier League mulai memahami cara meredam Madrid.
Namun, dalam 13 pertemuan dua leg terakhir melawan tim Inggris, Madrid menang 10 kali. Mereka masih unggul dalam hal pengalaman dan mentalitas, dua hal yang sering kali menjadi pembeda dalam duel hidup-mati seperti ini.
Kekuatan Tradisi vs Kepercayaan Diri Arsenal
Arsenal bukan tanpa beban. Meski unggul 3-0, mereka sadar bahwa lawan di depan mereka bukan klub biasa. Bernabeu pernah menjadi kuburan bagi banyak harapan – dan Madrid kerap menjadikan atmosfer itu sebagai senjata utama.
Namun, kali ini, Arsenal tampil sebagai tim matang. Mereka menunjukkan kecerdasan taktis di leg pertama dan efisiensi dalam memanfaatkan peluang. Jika bisa menjaga konsistensi, mereka bisa membuat sejarah: menyingkirkan Madrid dari Eropa untuk kali kedua.
Bagi Madrid, pertandingan ini bukan sekadar tentang perempat final. Ini tentang harga diri, tentang membuktikan bahwa semangat comeback belum padam. Di Bernabeu, sejarah sering kali berpihak pada mereka yang berani bermimpi.
Baca Artikel-artikel Menarik Lainnya:
Advertisement
Berita Terkait
-
Liga Inggris 16 Oktober 2025 23:59
-
Liga Inggris 16 Oktober 2025 23:57
Son Heung-min Bersinar di MLS, tapi Masih Punya Celah untuk Balik ke Eropa?
-
Liga Inggris 16 Oktober 2025 23:48
Wilfried Zaha Geram Usai Disebut Remehkan Jean-Philippe Mateta: Menjijikkan!
-
Liga Italia 16 Oktober 2025 23:14
-
Liga Italia 16 Oktober 2025 23:01
AC Milan dan Juventus Berebut Tanda Tangan Robert Lewandowski
LATEST UPDATE
-
Liga Inggris 16 Oktober 2025 23:59
-
Liga Inggris 16 Oktober 2025 23:57
-
Liga Inggris 16 Oktober 2025 23:48
-
Liga Italia 16 Oktober 2025 23:14
-
Liga Italia 16 Oktober 2025 23:01
-
Liga Spanyol 16 Oktober 2025 22:48
MOST VIEWED
- Bukan Haaland atau Mbappe, Justru Harry Kane yang Berpotensi Hancurkan Rekor 91 Gol Messi
- Daftar Lengkap Nominasi Golden Boy 2025: Tak Ada Nama Lamine Yamal, Desire Doue Jadi Unggulan Utama
- Sejarah Golden Boy Award dan Siapa Saja Pemain yang Pernah Memenangkannya: Messi, Mbappe, Haaland, hingga Yamal
- Cubarsi, Doue, dan Generasi Baru Eropa: Membaca Peta Persaingan Golden Boy 2025
HIGHLIGHT
- 5 Kiper Kandidat Pengganti Robert Sanchez di Chels...
- Setelah Kehilangan Giovanni Leoni, Ini 5 Pilihan B...
- Prestasi Langka: 10 Pemain yang Mampu Meraih Ballo...
- Peta Panas Pelatih Premier League: Slot Nyaman, Am...
- 5 Pemain yang Berpeluang Besar Raih Ballon dOr 202...
- 5 Pemain Peraih Ballon dOr Terbanyak: Lionel Messi...
- Tampil Impresif di Lapangan, 11 Pemain Ini Malah G...