Real Madrid vs Marseille: Pertemuan Klub dengan Akar yang Berbeda, Simbol Royal Family dan Kaum Pekerja

Real Madrid vs Marseille: Pertemuan Klub dengan Akar yang Berbeda, Simbol Royal Family dan Kaum Pekerja
Arda Guler dari Real Madrid (kanan) merayakan bersama Franco Mastantuono dan Trent Alexander-Arnold dalam laga La Liga antara Real Madrid dan Mallorca di Madrid, Sabtu, 30 Agustus 2025 (c) AP Photo/Manu Fernandez

Bola.net - Real Madrid akan memulai perjalanan di Liga Champions 2025/2026 dengan menjamu Marseille di Santiago Bernabeu, Rabu (17/9) dini hari WIB. Sekilas, laga ini terlihat seperti pertandingan biasa di level Eropa.

Namun, jika menelusuri lebih dalam, pertemuan kedua klub ini merefleksikan benturan dua identitas. Satu klub lahir sebagai representasi kerajaan, sementara yang lain tumbuh dengan akar kuat sebagai suara kelas pekerja.

Real Madrid selalu identik dengan simbol kerajaan. Pada 1920, Raja Alfonso XIII memberikan izin kepada Madrid FC untuk menyandang gelar “Real” sekaligus menambahkan mahkota kerajaan pada lambang klub.

Status ini bukan hanya sekadar simbol, melainkan penegasan bahwa Madrid adalah cerminan kerajaan Spanyol. Meski begitu, dinamika politik di Spanyol sempat membuat klub kehilangan identitas tersebut. Pada masa Republik Spanyol (1931–1939), sebutan “Real” dihapus, bahkan mahkota pun dihilangkan dari logo.

Baru pada 1941, ketika Francisco Franco berkuasa, Madrid kembali memakai nama "Real" beserta mahkotanya. Sejak saat itu, Real Madrid tak hanya dipandang sebagai simbol kerajaan, tetapi juga menjadi representasi kekuatan politik dan sosial negeri tersebut.

Agar kamu tidak ketinggalan informasi terbaru seputar Liga Champions, kamu bisa join di Channel WA Bola.net dengan KLIK DI SINI.

1 dari 3 halaman

Marseille, Wajah Kota Pelabuhan

Marseille, Wajah Kota Pelabuhan

Skuad Marseille merayakan gol Mason Greenwood ke gawang Brest, Sabtu (17/8/2024) (c) Marseille Official

Jika Madrid adalah simbol istana, maka Marseille adalah cerminan pelabuhan. Klub yang berdiri pada 31 Agustus 1899 lewat Rene Dufaure de Montmirail ini tumbuh sebagai representasi kota Marseille, sebuah kota kosmopolitan yang kaya akan sejarah perdagangan, imigrasi, dan kehidupan kelas pekerja.

Olympique de Marseille lekat dengan identitas rakyat. Stadion Velodrome, yang dijuluki “le temple” (kuil), selalu menjadi ruang bersama ribuan warga Marseille. Di sana, perbedaan profesi, status sosial, dan latar belakang melebur dalam nyanyian serta dukungan penuh gairah selama 90 menit.

Momen paling bersejarah bagi OM tercipta pada 26 Mei 1993, ketika mereka mengalahkan AC Milan di final Liga Champions lewat gol Basile Boli. Kemenangan itu bukan sekadar gelar, melainkan simbol kebanggaan kota. Marseille pun menjadi klub Prancis pertama yang mengangkat trofi Si Kuping Besar, lahirlah ungkapan abadi: A jamais les premiers (Selamanya yang pertama).

Bagi masyarakat Marseille, OM adalah bagian dari identitas mereka. Tak heran muncul ungkapan, “L'OM c'est nous” (OM adalah kita), yang menggambarkan bagaimana klub ini sudah mendarah daging dalam kehidupan rakyat kelas pekerja di kota pelabuhan tersebut.

2 dari 3 halaman

Dua Identitas, Satu Panggung Liga Champions

Dua Identitas, Satu Panggung Liga Champions

Logo Liga Champions dipasang di luar stadion Allianz Arena jelang laga final antara PSG vs Inter Milan, Jumat, 30 Mei 2025. (c) AP Photo/Matthias Schrader

Rivalitas identitas ini bahkan merambah ke level domestik. Marseille kerap dianggap sebagai antitesis Paris Saint-Germain, klub ibu kota yang identik dengan kalangan elite dan penuh kemewahan. Marseille hadir sebagai simbol perjuangan rakyat, sedangkan PSG menjadi wajah borjuis modern.

Kini, ketika OM bertandang ke markas Real Madrid, benturan narasi semakin terasa. Bernabeu menyambut sebagai rumah klub yang membawa simbol kerajaan, sementara Marseille datang dengan jati diri sebagai klub rakyat dari pelabuhan yang tak pernah kehilangan roh kelas pekerja.

Apakah latar sejarah dan identitas ini akan berpengaruh langsung di atas lapangan? Mungkin tidak. Namun, kisah panjang yang membentuk kedua klub membuat duel Madrid vs Marseille layak dinikmati bukan hanya dari sisi teknis sepak bola, melainkan juga dari perspektif budaya dan sejarah.