
Bola.net - Program adopsi internasional Korea Selatan yang telah berjalan puluhan tahun akhirnya memasuki babak baru yang krusial. Presiden Lee Jae Myung secara terbuka menyampaikan permohonan maaf negara atas kegagalan sistemik yang terjadi di dalamnya.
Permintaan maaf bersejarah yang disampaikan pada Kamis (2/10) ini menjadi sebuah pengakuan resmi atas tanggung jawab pemerintah. Ini adalah momen yang telah lama dinantikan oleh ratusan ribu korban dan keluarga yang terdampak di seluruh dunia.
Selama beberapa dekade, terutama pada era 1970-an dan 1980-an, program ini berjalan dengan minimnya pengawasan dan sarat penyalahgunaan. Akibatnya, terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang masif, terstruktur, dan bahkan difasilitasi oleh negara.
Laporan investigasi independen bahkan mengungkap adanya insentif ekonomi yang keliru di balik kebijakan ini. Pemerintah pada masa itu dituding secara sadar mendorong adopsi massal sebagai strategi untuk menekan biaya kesejahteraan sosial negara.
Kini, di bawah tekanan publik dan diperkuat oleh temuan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, pemerintah mengambil langkah korektif yang fundamental. Pernyataan maaf ini bukan sekadar seremoni, melainkan sinyal dimulainya era baru reformasi kebijakan dan regulasi secara menyeluruh.
Lantas, bagaimana negara secara resmi mengakui kegagalan tata kelolanya di masa lalu, dan langkah strategis apa yang kini diambil untuk memastikan sejarah kelam ini tidak akan pernah terulang kembali di masa depan?
Pengakuan Pahit dari Pucuk Pimpinan Negara
Melalui sebuah unggahan di media sosial Facebook, Presiden Lee Jae Myung menyampaikan penyesalan dan simpati yang tulus. Pernyataan tersebut secara eksplisit ditujukan atas nama negara kepada para korban dan semua pihak yang terdampak.
Ia secara spesifik menyebut para warga Korea yang diadopsi ke luar negeri, keluarga angkat mereka, serta keluarga kandung yang terpisah. Ini merupakan sebuah pengakuan yang komprehensif atas dampak destruktif dari kebijakan yang salah arah tersebut.
Lee mengatakan bahwa dia merasa sangat berat hati ketika memikirkan kecemasan, rasa sakit, dan kebingungan yang telah dialami para anak angkat. Ia pun mengakui bahwa temuan komisi dan pengadilan mengonfirmasi kegagalan peran pemerintah.
Pernyataan ini sekaligus menjadi sebuah instruksi kebijakan yang jelas bagi para pejabatnya. Lee meminta perumusan sistem baru yang dapat melindungi hak asasi para anak angkat serta mendukung upaya mereka dalam menemukan orang tua kandung.
Di Balik Skandal: Insentif Ekonomi dan Kegagalan Sistemik
Permintaan maaf Presiden Lee bukanlah sebuah pernyataan yang muncul tiba-tiba. Keputusan ini merupakan puncak dari hasil investigasi panjang dan mendalam yang dilakukan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Dalam sebuah laporan bersejarah pada bulan Maret, komisi tersebut menyimpulkan adanya tanggung jawab pemerintah. Program adopsi disinyalir sengaja didorong oleh upaya untuk mengurangi beban dan biaya anggaran kesejahteraan negara.
Fakta yang lebih dalam bahkan diungkap oleh investigasi Associated Press pada tahun 2024. Laporan itu merinci bagaimana pemerintah Korea Selatan, negara-negara Barat, dan lembaga adopsi bekerja sama untuk "memasok" sekitar 200.000 anak.
Praktik-praktik penipuan dan pemalsuan dokumen menjadi hal yang lumrah untuk memperlancar proses adopsi. Banyak catatan anak diubah secara sewenang-wenang seolah-olah mereka adalah anak yatim piatu yang ditelantarkan oleh keluarganya.
Era Baru Regulasi: Ratifikasi Konvensi Den Haag
Setelah bertahun-tahun mengalami penundaan, pemerintah Korea Selatan akhirnya mengambil langkah reformasi kebijakan yang paling fundamental. Mereka secara resmi meratifikasi Konvensi Adopsi Den Haag pada bulan Juli lalu.
Perjanjian internasional ini dirancang untuk menjadi standar perlindungan global dalam proses adopsi lintas negara. Tujuannya adalah untuk memastikan setiap adopsi internasional berjalan secara etis, transparan, dan mengutamakan kepentingan terbaik anak.
Konvensi ini secara resmi mulai berlaku dan mengikat secara hukum di Korea Selatan pada hari Rabu, 1 Oktober 2025. Momen ini menandai dimulainya sebuah era baru dalam tata kelola dan pengawasan program adopsi di negara tersebut.
Langkah konkret ini juga menjadi pembeda signifikan dengan masa lalu, seperti saat permintaan maaf Presiden Kim Dae-jung pada tahun 1998. Kala itu, permintaan maafnya yang tulus tidak disertai dengan pengakuan eksplisit atas tanggung jawab negara.
Advertisement
Berita Terkait
-
News 2 Oktober 2025 16:39
Puan Maharani Minta Maaf DPR Belum Sempurna Jalankan Amanat Rakyat
-
News 2 Oktober 2025 16:37
Syarat Baru Usia dan Tinggi Badan Calon Prajurit TNI AD: Minimal 158 Cm
-
News 2 Oktober 2025 11:14
Bukan Cuma Jual Tiket, Ini Jurus Baru KAI Rangkul Generasi Digital
LATEST UPDATE
-
Liga Italia 3 Oktober 2025 16:36
-
News 3 Oktober 2025 16:33
-
Liga Spanyol 3 Oktober 2025 16:16
-
Liga Spanyol 3 Oktober 2025 16:10
-
Liga Spanyol 3 Oktober 2025 16:06
-
Liga Italia 3 Oktober 2025 16:06
MOST VIEWED
HIGHLIGHT
- Tak Selalu Sempurna, Ini 5 Penalti Terburuk Lionel...
- 10 Kuda Hitam Liga Champions yang Bisa Bikin Kejut...
- 5 Pemain Muda yang Bisa Jadi Kejutan di Liga Champ...
- Peta Panas Pelatih Premier League: Slot Nyaman, Am...
- 6 Pemain Top yang Gabung Klub Liga Arab Saudi Musi...
- Deretan Pemain dengan Gaji Fantastis di La Liga 20...
- 3 Klub Premier League yang Bisa Rekrut Gianluigi D...