Kasasi Dikabulkan MA, Agnez Mo Bebas dari Denda Rp1,5 Miliar Sengketa Lagu 'Bilang Saja'

Kasasi Dikabulkan MA, Agnez Mo Bebas dari Denda Rp1,5 Miliar Sengketa Lagu 'Bilang Saja'
Agnez Mo (c) Instagram/Agnez Mo

Bola.net - Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan kasasi yang diajukan oleh penyanyi ternama, Agnez Mo. Keputusan ini menjadi babak baru dalam sengketa hak cipta yang melibatkan dirinya dengan musisi Ari Bias terkait lagu 'Bilang Saja'.

Dengan putusan ini, Agnez Mo tidak lagi diwajibkan membayar denda sebesar Rp1,5 miliar yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Putusan kasasi ini menjadi titik balik penting dalam kasus yang telah menyita perhatian publik dan para pelaku industri musik Indonesia.

Kasus ini bermula saat Ari Bias menggugat Agnez Mo atas dugaan pelanggaran hak cipta karena menyanyikan lagu 'Bilang Saja' tanpa izin. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemudian memenangkan gugatan Ari Bias dan menjatuhkan denda Rp1,5 miliar.

Namun, Agnez Mo tak tinggal diam dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Upaya ini membuahkan hasil, dan putusan MA yang mengabulkan kasasi ini secara tidak langsung membatalkan putusan sebelumnya.

Keputusan MA ini tidak hanya berdampak bagi Agnez Mo, tetapi juga bagi ekosistem musik secara keseluruhan. Putusan tersebut menegaskan kembali pentingnya meninjau ulang regulasi hak cipta agar dapat menciptakan kepastian hukum bagi semua pihak, baik pencipta lagu maupun penyanyi.

Hasil putusan ini juga diharapkan menjadi momentum bagi industri musik untuk bersinergi dan membangun ekosistem yang lebih sehat dan produktif.

1 dari 2 halaman

Respons Ari Bias dan Upaya Kasasi Agnez Mo

Sebelum putusan kasasi MA keluar, musisi Ari Bias telah bersiap menghadapi upaya hukum lanjutan dari Agnez Mo. Ia mengaku santai dan berharap proses kasasi berjalan cepat.

"Saya sih santai saja. Buat saya, kami sudah bertempur dalam konteks yang sesungguhnya di jalur hukum kemarin. Malah, saya harap proses pengajuan kasasi dipercepat agar putusan hukumnya segera inkrah," ujarnya.

Ari Bias juga membantah tudingan bahwa gugatan yang dilayangkannya hanya untuk mencari uang. Ia menegaskan bahwa vonis bersalah dan denda Rp1,5 miliar yang dijatuhkan majelis hakim sebelumnya memiliki dasar hukum yang kuat.

Pernyataan tersebut menunjukkan keyakinan Ari Bias terhadap putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Namun, ia juga sadar bahwa jalur hukum masih panjang, dan Agnez Mo punya hak untuk mengajukan banding atau kasasi. Pihak Agnez Mo sendiri langsung mengajukan kasasi setelah putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat keluar.

Upaya ini menunjukkan ketidakpuasan Agnez Mo terhadap putusan sebelumnya dan harapannya untuk mendapatkan keadilan dari MA. Putusan kasasi yang akhirnya mengabulkan permohonan Agnez Mo membuktikan bahwa sengketa ini masih memiliki banyak sisi yang perlu dipertimbangkan secara mendalam.

2 dari 2 halaman

Amicus Curiae dan Pentingnya Ekosistem Musik


Sengketa antara Agnez Mo dan Ari Bias tidak hanya melibatkan kedua belah pihak. Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) dan Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) turut mengajukan Amicus Curiae ke Mahkamah Agung.

Mereka menilai putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum bagi industri musik. Dalam Amicus Curiae tersebut, FESMI dan PAPPRI merekomendasikan agar majelis kasasi menolak gugatan yang diajukan Ari Bias. Hal ini dilakukan bukan semata-mata untuk membela Agnez Mo, melainkan untuk menjaga keseimbangan hukum dalam industri musik.

Direktur Hukum FESMI, Panji Prasetyo, menjelaskan bahwa kasus ini adalah tentang ekosistem musik secara keseluruhan.

"Ini bukan soal satu artis, tetapi soal ekosistem musik secara keseluruhan. Jika putusan Pengadilan Niaga ini menjadi preseden, maka sistem hukum hak cipta kita bisa menjadi kacau,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Bidang Hukum DPP PAPPRI, Marcell Siahaan. Menurutnya, kasus ini seharusnya menjadi momentum refleksi bagi para pelaku industri musik untuk membangun rekonsiliasi dan bersinergi.

FESMI dan PAPPRI khawatir jika putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjadi yurisprudensi, maka sistem royalti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bisa terganggu dan menciptakan ketidakpastian hukum.

Disadur dari Liputan6.com: Nanda Perdana Putra, 14 Agustus 2025