Tips Hadapi Dunia Kerja Digital dari CEO Vidio Sutanto Hartono: Adaptasi Teknologi AI dan Story Telling

Tips Hadapi Dunia Kerja Digital dari CEO Vidio Sutanto Hartono: Adaptasi Teknologi AI dan Story Telling
CEO Vidio Sutanto Hartono ketika menjadi pembicara di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin (1/12/2025). (c) Liputan6.com/Kukuh Setyono

Bola.net - Penguasaan teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) kini bukan lagi sekadar pilihan bagi generasi muda. Kemampuan ini telah menjadi fondasi utama untuk memasuki dunia kerja yang semakin kompetitif.

Pesan penting tersebut disampaikan langsung oleh CEO Vidio, Sutanto Hartono di hadapan mahasiswa peserta Vidio Goes To Campus bertajuk "Fight Beyond; The Future of Media Industri in OTT and Onside Pertarungan The Series", di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin (1/12/2025).

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada didorong untuk tidak gentar mempelajari berbagai tools generatif yang tersedia saat ini. Penggunaan platform cerdas seperti ChatGPT atau Gemini harus menjadi kebiasaan sehari-hari.

Namun, kecakapan teknis semata tidaklah cukup tanpa dibarengi seni komunikasi yang mumpuni. Kemampuan storytelling menjadi jembatan vital untuk menerjemahkan logika teknologi kepada manusia.

Dua elemen ini disebut sebagai modal emas bagi siapa saja yang ingin menjadi profesional unggul. Berikut adalah ulasan mendalam mengenai strategi memenangkan persaingan di era digital.

1 dari 3 halaman

Agresivitas Industri Adopsi AI

Industri content creator saat ini membuka peluang yang sangat masif dibandingkan era sebelumnya. Ekosistem ini membutuhkan talenta dengan bakat beragam dan hasrat yang kuat untuk berinovasi.

“Saat ini industri content creator menyediakan kesempatan yang terbuka luas, yang di masa lalu tidak ada. Industri ini membutuhkan orang-orang yang mempunyai bakat dan passion yang berbeda-beda. Ini dibutuhkan untuk membangun hubungan langsung antara pengguna dengan penyedia platform digital,” jelas Sutanto.

Lebih jauh lagi, perusahaan-perusahaan teknologi kini sangat agresif dalam mengimplementasikan AI. Mahasiswa dituntut untuk memaksakan diri memahami cara kerja kecerdasan buatan ini.

“Setidaknya teman-teman di sini harus memaksakan diri untuk lebih memahami AI itu seperti apa. Contoh paling mudah pakai Chat GPT atau Gemini untuk segala sesuatu yang ingin dipelajari,” jelasnya.

2 dari 3 halaman

Kombinasi Logika dan Konten Lokal

Pada kesempatan tersebut, Managing Director Emtek ini memberi gambaran konten lokal berbahasa Indonesia masih tinggi peminat. Saluran televisi masih ditonton lebih dari 62 persen dari 280 penduduk Indonesia.

Seperti presentasi berjudul 'Winning the Digital Leadership: Vidio's Local Formula to Compete with Global Giants'.

“Fokuskan kekuatan kalian pada kemampuan unggul yang kalian miliki. Namun dari semua itu yang terpenting adalah jago berkomunikasi. Melalui story telling akan dituntut bagaimana menjelaskan logika yang dijalankan,” katanya.

Di sisi lain, potensi pasar digital di Indonesia masih didominasi oleh kekuatan konten lokal. Data tahun 2025 menunjukkan penjualan tiket film nasional menembus angka fantastis yakni 80 juta lembar.

"Sebagai data kenapa konten lokal masih diminati. Sepanjang 2025 ini, tiket untuk film Indonesia telah menembus 80 juta lembar yang terjual. Angka ini sebesar 60 persen dari total tiket terjual. Ini bukti film nasional masih sangat dinanti," paparnya.

3 dari 3 halaman

Jembatan Kampus dan Transformasi Digital

Acara bertajuk Vidio Goes To Campus ini menjadi sarana strategis bagi civitas akademika. Kampus berupaya mendekatkan teori di kelas dengan praktik nyata di industri yang berubah cepat.

“Jadi mahasiswa tidak hanya tahu tentang teorinya saja dari dosen, namun mereka berkesempatan langsung berdialog dan itu tidak bisa dipenuhi oleh kampus sendiri. Menariknya mahasiswa tidak sekedar tahu industry, namun mereka paham ada perkembangan terbaru terkait dengan transformasi digital,” kata Wakil Dekan FISIPOL UGM, Poppy Sulistyaning Winanti,

Sutanto menambahkan bahwa jangkauan teknologi di Indonesia memiliki karakteristik unik secara geografis. Televisi masih memegang peranan vital karena keterbatasan infrastruktur internet di ribuan pulau.

"Hal ini dikarenakan televisi mampu menjangkau 17.000 pulau. Ini berbeda dengan jangkauan data internet yang tidak merata dan masih mahal," jelasnya.