Jose Mourinho dan Cerita Api yang Tak Pernah Padam

Editor Bolanet | 29 September 2025 16:16
Jose Mourinho dan Cerita Api yang Tak Pernah Padam
Jose Mourinho ketika diperkenalkan sebagia pelatih baru Benfica, 18 September 2025. (c) AP Photo/Ana Brigida

Bola.net - Wajahnya mungkin terlihat lebih tenang dan rambutnya telah memutih. Namun di dalam diri Jose Mourinho, api kompetisi itu masih menyala sama liarnya seperti dahulu.

Pelatih asal Portugal ini akan kembali ke Stamford Bridge dengan status sebagai lawan. Sebuah laga yang membangkitkan kembali sisi paling mendasar dari karakternya, yaitu hasrat untuk menang.

Advertisement

Mourinho boleh saja berbicara tentang bagaimana ia telah berevolusi sebagai seorang manusia. Tapi ada satu hal yang ia yakini tidak akan pernah berubah hingga akhir kariernya.

Itulah adrenalin, ketegangan, serta rasa cinta pada kemenangan dan benci pada kekalahan. Sesuatu yang ia sebut sebagai bahan bakar utama yang membuatnya terus melangkah.

1 dari 4 halaman

Lampu Merah Sang Manajer

Jose Mourinho memiliki sebuah tolok ukur pribadi yang sangat sederhana. Sebuah 'lampu merah' yang akan memberinya sinyal kapan ia harus berhenti dari dunia kepelatihan.

Sinyal itu bukanlah usia atau jumlah trofi yang ia menangkan. Melainkan intensitas emosi yang ia rasakan setiap kali timnya bertanding di atas lapangan.

"Jika suatu hari saya merasa kurang bahagia saat bangun pagi untuk datang bekerja; jika suatu hari saya merasa kurang bahagia karena memenangkan pertandingan," ujarnya kepada UEFA.com.

"Jika suatu hari saya merasa kurang sedih karena kalah dalam pertandingan; jika ada sesuatu yang berubah, maka itu akan seperti lampu merah yang menyala," jelasnya.

2 dari 4 halaman

Percakapan Penting dengan Sir Alex

Keyakinan Mourinho bahwa gairah ini tak akan pernah pudar diperkuat oleh sebuah percakapan penting. Momen itu terjadi lebih dari satu dekade lalu bersama manajer legendaris, Sir Alex Ferguson.

Saat itu, Mourinho yang masih menukangi Real Madrid akan berhadapan dengan Manchester United. Ia menyempatkan diri untuk bertanya kepada seniornya itu di ruang kerjanya.

"Saya bertanya padanya: 'Sir Alex, apakah ini pernah berubah – dalam hal ketegangan dan adrenalin yang kita rasakan sebelum pertandingan penting seperti ini?'" kenang Mourinho.

"Dia berkata: 'Tidak, ini tidak pernah berubah. Rasanya akan tetap sama sampai akhir.' Lebih dari sepuluh tahun telah berlalu, dan perasaan saya tidak berubah," tuturnya.

3 dari 4 halaman

Sejarah Milik Bersama

Mourinho sadar betul betapa besarnya arti Stamford Bridge dalam perjalanan kariernya. Ia dan Chelsea adalah dua entitas yang terikat oleh benang sejarah yang tak terpisahkan.

Ia pernah memenangkan tiga gelar Premier League di stadion itu. Ia pernah menjadi raja yang dipuja oleh puluhan ribu suporter setia The Blues.

"Stamford Bridge adalah stadion tempat saya memenangkan tiga Premier League; saya membuat sejarah bersama Chelsea," katanya.

"Chelsea adalah bagian dari sejarah saya, dan saya adalah bagian dari sejarah Chelsea. Tapi inilah sepak bola," tegas Mourinho.

4 dari 4 halaman

Lupa Segalanya Selama 90 Menit

Meskipun ikatan sejarah itu begitu kuat, semua akan terlupakan begitu peluit pertandingan dibunyikan. Mourinho dikenal memiliki kapasitas luar biasa untuk memisahkan emosi dan kompetisi.

Ia akan menyadari di mana ia berada sebelum dan sesudah pertandingan. Namun selama 90 menit, fokusnya hanya satu, yaitu membawa timnya meraih kemenangan.

"Mereka ingin menang, saya ingin menang," ucapnya lugas.

"Saya akan sadar di mana saya berada sebelum pertandingan, saya akan sadar di mana saya berada setelah pertandingan; selama pertandingan, saya rasa saya punya kapasitas untuk melupakan dan hanya untuk berkompetisi," pungkasnya.

LATEST UPDATE