Sektor Properti Melambat, Mengapa Konsumen Tunda Beli Rumah?

Afdholud Dzikry | 9 Agustus 2025 10:39
Sektor Properti Melambat, Mengapa Konsumen Tunda Beli Rumah?
Foto udara salah satu kawasan perumahan bersubsidi di Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (19/9/2024) silam. (c) merdeka.com/Arie Basuki

Bola.net - Kinerja sektor properti residensial di pasar primer menunjukkan tren perlambatan signifikan. Hal ini tercermin dari data penjualan pada kuartal kedua tahun 2025.

Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dirilis Bank Indonesia (BI), penjualan rumah tercatat mengalami kontraksi. Penurunannya mencapai 3,80 persen secara tahunan (yoy).

Advertisement

Angka tersebut berbanding terbalik dengan kondisi pada kuartal sebelumnya. Pada triwulan pertama 2025, penjualan masih mampu mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 0,73 persen (yoy).

Perlambatan ini terutama dipengaruhi oleh menurunnya laju penjualan rumah tipe kecil. Meskipun masih tumbuh, angkanya melambat drastis dibandingkan kuartal sebelumnya.

Di sisi lain, pertumbuhan harga properti residensial juga terpantau bergerak terbatas. Kenaikan harga tidak setinggi yang diperkirakan pada periode sebelumnya.

Kondisi ini mengindikasikan adanya tantangan yang cukup serius di dalam industri. Berbagai faktor penghambat teridentifikasi menjadi penyebab utama dari lesunya kinerja sektor ini.

Bank sentral pun telah memetakan sejumlah kendala utama yang membayangi pasar. Mari kita dalami lebih jauh apa saja yang menjadi biang kerok dari fenomena ini.

1 dari 2 halaman

Lima Faktor Penghambat Utama

Bank Indonesia secara gamblang menguraikan lima faktor utama yang menekan pertumbuhan sektor properti. Hambatan pertama datang dari sisi biaya produksi yang terus meningkat.

Kenaikan harga bahan bangunan menjadi keluhan utama yang paling banyak disorot. Isu ini disebut oleh 19,97 persen responden dalam survei yang dilakukan.

Masalah kedua yang tak kalah krusial adalah persoalan perizinan dan birokrasi. Sebanyak 15,13 persen responden menyatakan proses administrasi yang lambat masih menjadi kendala serius.

Selanjutnya, faktor dari sisi pembiayaan juga memberikan tekanan signifikan. Suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang tinggi dan uang muka yang berat menjadi penghalang bagi calon konsumen.

"Berdasarkan hasil survei, penghambat utama pengembangan dan penjualan properti residensial primer meliputi kenaikan harga bahan bangunan (19,97%), masalah perizinan/birokrasi (15,13%), suku bunga KPR (15,00%), proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (11,38%), dan perpajakan (8,66%)," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Ramdan Denny Prakoso, dalam laporannya, Jumat (8/8/2025).

2 dari 2 halaman

Dinamika Pertumbuhan Harga Rumah

Survei Harga Properti Residensial (SHPR) menunjukkan pertumbuhan harga properti di pasar primer cenderung terbatas. Hal ini tecermin dari pergerakan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR).

Secara tahunan, IHPR pada kuartal kedua 2025 tumbuh sebesar 0,90 persen (yoy). Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya yang mencapai 1,07 persen (yoy).

Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan kenaikan harga pada rumah tipe kecil dan besar. Sementara itu, harga rumah tipe menengah justru menunjukkan tren sebaliknya.

"Sementara itu, harga rumah tipe menengah mengalami peningkatan dari 1,14% (yoy) menjadi 1,25% (yoy) pada triwulan II 2025," kata Ramdan Denny Prakoso.

Jika dilihat secara spasial, perlambatan pertumbuhan harga terjadi di sebagian besar kota yang disurvei. Perlambatan terbesar tercatat di Kota Pekanbaru dan Surabaya, sementara Kota Banjarmasin dan Semarang justru mengalami akselerasi.

LATEST UPDATE