Fabio Capello: Sentuhan Midas Ala Italia

Bola.net - -

Oleh: Ronny Wicaksono

Fabio Capello. Nama tersebut kini menjadi sangat disanjung dan dihormati di seantero Inggris. Pelatih asal Italia itu telah membawa skuad The Union Jack dari tim besar yang selalu dikesampingkan setiap penyelenggaraan turnamen penting, menjadi tim yang paling banyak diperhitungkan pada perhelatan Piala Dunia 2010 kali ini. Inggris boleh saja memiliki kompetisi yang dianggap paling akbar sedunia, Liga Primer. Kompetisi yang menarik minat jutaan pemain terbaik dunia untuk berlaga di dalamnya. Klub-klub dari Liga Primer Inggris pun menjadi tim yang disegani di kancah Eropa dan juga dunia. Mereka memang punya satu trofi Piala Dunia di genggaman mereka, trofi yang mereka raih pada pergelaran Piala Dunia 1966 di negeri sendiri. Namun setelah itu, di level internasional, Inggris tak punya prestasi lebih baik dalam tiga dekade terakhir. Di lima turnamen besar yang terakhir mereka ikuti, Inggris selalu gagal mencapai prestasi terbaik. Mereka kalah dari Portugal di Euro 2004 dan Piala Dunia 2006, takluk dari Jerman di Piala Dunia Italia 1990 dan Piala Eropa 1996 di kandang sendiri, juga tumbang di kaki Argentina di Piala Dunia 1998 Prancis. Hal tersebut membuat kiprah mereka tak pernah diperhitungkan dalam setiap penyelenggaraan turnamen internasional, namun semua itu berubah sejak kedatangan . Sekarang semua pihak, semua pemain yang akan terlibat di Afrika Selatan menempatkan The Three Lions sebagai salah satu favorit juara. Bahkan tim-tim yang juga menjadi favorit macam Spanyol, Argentina dan Brasil pun mulai mewaspadai kiprah Inggris. Semua itu merupakan hal yang masuk akal jika kita melihat daftar riwayat kepelatihannya seperti di bawah ini: 1. AC Milan (1991-1996 dan 1997-1998) Di San Siro, Capello mempersembahkan empat gelar juara Serie A, tiga Piala Super Italia, satu Piala Super Eropa serta satu gelar Liga Champions yang diraih dengan mengalahkan Barcelona yang kala itu masih ditangani pelatih legendaris, Johan Cruyff. Di musim pertamanya mampu menyatukan bakat natural Paolo Maldini dan Franco Baresi di lini pertahanan, dengan talenta Ruud Gullit dan Marco Van Basten untuk meraih sukses. 2. Real Madrid (1996-1997 dan 2006-2007) Petualangan di Spanyol menghasilkan dua gelar juara La Liga ke Santiago Bernabeu dalam dua kali ia menangani tim. Kebiasaan Madrid berganti pelatih juga menimpa kala ia ditunjuk di tahun 1996 dan membawa Madrid memenangi gelar juara La Liga sebelum akhirnya dipecat di akhir musim. Sejarah berulang di tahun 2006 ketika ditunjuk untuk kali kedua, dan kebiasaan Madrid pun tetap tak berubah. 3. AS Roma (1999-2004) mempersembahkan satu gelar Juara Serie A, gelar yang telah lama terbang dari Roma, dan satu Piala Super Italia untuk Giallorossi. Namun sayang prestasinya di mata fans Roma tercoreng akibat keputusannya menyeberang ke Juventus. 4. Juventus (2004-2006) Bersama Bianconeri, mempersembahkan dua gelar juara Serie A, namun scudetto tersebut akhirnya dihibahkan pada Inter Milan akibat heboh skandal calciopoli. Sedangkan bersama Inggris, sukses membawa tim asuhannya melalui kualifikasi Piala Dunia tanpa kesulitan berarti. Inggris meraih 9 kemenangan dari 10 laga dengan margin gol amat superior: memasukkan 34 gol dan hanya kebobolan 6 gol, catatan terbaik di antara semua peserta kualifikasi zona Eropa. Jadi bagaimana mengubah tim Inggris? Damian Hughes, seorang psikologis terkemuka di bidang olah raga memberikan analisanya. menganggap masalah Inggris ada pada kurangnya kepercayaan diri dan kekuatan mental di skuad The Three Lions. Setelah menyaksikan skuad Inggris yang diasuh Steve McLaren kalah 3-2 di tangan Kroasia November 2007 silam serta gagal meraih tiket ke putaran final Piala Eropa untuk kali pertama dalam 24 tahun, mengatakan: "Mereka tampak takut untuk menunjukkan dirinya sendiri." Empat area yang digarap serius oleh selama dua tahun sejak menggantikan , adalah: - Rasa Memiliki menempa rasa memiliki yang kuat dalam skuadnya, menciptakan lingkungan di mana para pemain merasa mereka memegang satu identitas. Ia berkeras menetapkan aturan sederhana macam mengenakan blazer resmi tim, melarang ponsel aktif di waktu makan bersama serta memerintahkan para pemain untuk menghadiri santap bersama tanpa adanya pengalihan yang tak perlu. - Selalu Menguasai Keadaan Salah satu hal yang dilakukan setelah menjadi arsitek Inggris adalah menghilangkan pentingnya bermain di Wembley, satu takhayul yang menyelimuti skuad Inggris untuk waktu yang lama dan menunjukkan kalau mereka fokus pada area di luar kontrol mereka. menerapkan metode yang diterapkan Winston Churchill yakni dengan membuat dua daftar: satu untuk hal yang bisa dikerjakan dan satu lainnya berisi hal-hal yang tak bisa mereka kerjakan. hanya membicarakan area yang bisa dikontrol para pemainnya seperti passing, kemampuan menahan bola, dan tingkat konsentrasi - serta menolak membicarakan hal-hal yang di luar jangkauan mereka. - Merasa Dihargai selalu menunjukkan sikap menghargai pada para pemainnya, hal yang membuat produktivitas mereka meningkat tajam. Dalam survey yang dilakukan di Inggris, 99 dari 100 orang mengaku kalau mereka ingin berada di sekitar orang yang berpikiran positif, orang macam yang selalu memberi penghargaan pada orang lain. - Rasa Aman memiliki cara tersendiri untuk memotivasi para pemainnya. Menghadapi beban berat dari seluruh negeri, para pemain Inggris tak bisa berharap mereka bakal tampil sempurna di Piala Dunia. Namun tak memakai acuan yang mustahil, ia hanya menunjukkan pada para pemainnya untuk tampil lebih baik dari lawan mereka serta memberikan solusi nyata untuk melakukannya. Jadi apapun prestasi yang akan dicapai Inggris di Afrika Selatan nanti, laksana Raja Midas, telah sukses mengubah tim Inggris dengan sentuhan tangan dinginnya. Apalagi jika Inggris mampu mengangkat trofi Piala Dunia tahun ini, bukan hal yang mustahil kalau kita akan mendengar nama kehormatan 'Sir Fabio Capello' di masa mendatang. Siapa tahu?

Berita Terkait