SOS: Sengkarut Legalitas Klub Adalah Dosa PSSI

SOS: Sengkarut Legalitas Klub Adalah Dosa PSSI
PSSI (c) PSSI

Bola.net - - Berlarutnya sengketa legalitas yang terjadi di sejumlah klub memantik keprihatinan Save Our Soccer (SOS). Mereka menilai sengkarut legalitas ini tak lepas dari dosa PSSI.

Menurut SOS, legalitas dan dualisme klub, yang masih menjadi polemik saat ini, sejatinya sudah tidak masalah bila proses unifikasi antara kompetisi resmi PSSI, Indonesia Premier League (IPL), dan kompetisi Indonesia Super League (ISL) yang digulirkan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) pada 2013 berjalan sesuai instruksi task force FIFA dengan dibentuknya tim Joint Committee (JC).

Namun, yang terjadi -menurut SOS- sangat berbeda. Saat KLB yang seharusnya untuk unifikasi, malah terjadi pembelotan. Enam anggota Exco yakni Wakil Ketua Farid Rahman, Tuty Dau, Mawardi Nurdin, Widodo Santoso, Bob Hippy, dan Sihar Sitorus dipecat. Posisinya digantikan Djamal Aziz, La Siya, Hardi Hasan, dan Zulfadli. PSSI yang dipimpin Djohar Arifin dan La Nyalla Mattalitti juga membekukan PT Liga Primer Indonesia Sportindo (LPIS) sebagai operator kompetisi. IPL dihentikan dan digelar play-off.

“Dari sinilah masalah dualisme klub dan legalitas klub menjadi masalah. PSSI Kongres Borobudur bukan menjalankan amanat FIFA/AFC, untuk melakukan unifikasi liga, tapi melakukan pembunuhan klub IPL yang sejatinya bermain di kompetisi resmi PSSI," ujar Koordinator SOS, Akmal Marhali.

"Harusnya, masalah ini tak sampai berlarut sampai detik ini bila unifikasi benar-benar dilakukan dengan semangat rekonsiliasi, bukan membawa kepentingan kelompok," sambungnya.

Akmal menambahkan, play-off IPL yang semula untuk menentukan peserta yang akan masuk unifikasi dilakukan pengaturan sedemikian rupa. Salah satu contohnya, Persebaya Surabaya dan Arema Indonesia tak disertakan karena PSSI hasil Kongres Borobudur -yang didominasi KPSI- lebih memilih Persebaya dan Arema yang main di kompetisi mereka. Padahal, legalitasnya palsu. Sementara Persema Malang, Persibo Bojonegoro, dan Persija Jakarta tidak disertakan dengan alasan didiskualifikasi. Semen Padang lolos langsung melalui wild card.

Play-off diikuti 10 klub dengan dibagi dua grup. Uniknya, Pro Duta sebagai juara dan Persepar sebagai runner-up yang sejatinya lolos unifikasi tidak diloloskan. PSSI memilih PSM Makassar, dan tuan rumah Persijap Jepara dan Persiba Bantul.

"Play-off digelar, tapi yang lolos sudah ditentukan. Play-off hanya jadi ajang tipu-tipu. Semua ini ulah PSSI dan mereka sejatinya harus bertanggung jawab atas semua rekayasa ini," tukas Akmal.

"Mayoritas exco PSSI yang ada saat ini tahu masalah dan fakta sebenarnya mana yang palsu dan asli. Kita berharap mereka mau jujur atas kesalahan masa lalu, sehingga Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI saat ini tidak mengulangi kesalahan masa lalu dalam Kongres Tahunan PSSI di Hotel Aryaduta, Bandung, hari ini," ia menambahkan.

Sementara itu, Akmal menambahkan, dalam kongres ini, PSSI wajibmembuat aturan baku terkait jual beli saham klub agar tak melanggar Statuta FIFA. Dalam artikel 4.4 halaman 20 dari Regulasi FIFA untuk Lisensi Klub, yang harus dijadikan acuan oleh Konfederasi (AFC) dan Anggota Federasi (PSSI), dengan gamblang dan tegas dijelaskan bahwa "A licence may not be transferred." Artinya, bila Federasi (baca: PSSI) dan League Governing Body/Pengelola Liga (baca; PT. Liga Indonesia) sebagai Lisensor (Otoritas yang memberi Lisensi atau Izin Peserta Kompetisi) membolehkan, maka mereka serta merta telah melanggar ketentuan dan regulasi yang telah ditetapkan FIFA terkait Lisensi Klub. Dengan kata lain, FIFA pantas memberikan sanksi kepada PSSI.

"PSSI harus membuat regulasi khusus terkait jual beli saham klub agar berlangsung jelas dan transparan karena ini menyangkut visi misi menjadikan PSSI sebagai organisasi professional dan bermartabat. Gebrakan Edy Rahmayadi sebagai symbol reformasi sepak bola nasional ditunggu untuk masalah ini. Jangan lagi PSSI kembali ke masa lalu yang membiarkan masalah untuk kepentingan kelompok tertentu," tandas Akmal.