Babak Baru Ekonomi Digital ASEAN, Potensi USD 2 Triliun Menanti Finalisasi DEFA

Babak Baru Ekonomi Digital ASEAN, Potensi USD 2 Triliun Menanti Finalisasi DEFA
Airlangga Hartanto. (c) Ist/Lip6

Bola.net - Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) tengah memasuki fase krusial dalam integrasi ekonomi digitalnya. Perundingan ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) menjadi agenda sentral untuk membuka potensi tersebut.

Langkah ini diperkuat melalui pertemuan putaran ke-14 yang digelar di Jakarta selama empat hari. Kehadiran seluruh perwakilan negara anggota menandakan adanya komitmen bersama yang solid.

Dengan populasi mencapai 680 juta jiwa, ASEAN telah diakui sebagai pasar digital paling dinamis di dunia. DEFA diharapkan dapat mengukuhkan posisi kawasan sebagai kekuatan ekonomi digital global.

Dalam konteks ini, Indonesia memegang peran strategis sebagai pemimpin ekonomi digital di kawasan. Kepemimpinan ini menjadi faktor pendorong utama dalam upaya finalisasi kesepakatan.

Namun, di balik prospek yang menjanjikan, terdapat sejumlah tantangan fundamental yang perlu diatasi. Harmonisasi regulasi menjadi salah satu pekerjaan rumah terbesar bagi para negosiator.

Lebih jauh lagi, keberhasilan implementasi DEFA tidak hanya akan menentukan masa depan ekonomi regional. Perjanjian ini juga selaras dengan visi transformasi digital nasional yang menargetkan Indonesia sebagai negara maju pada 2045.

1 dari 3 halaman

Menggandakan Potensi: Proyeksi Ekonomi Digital ASEAN Pasca-DEFA

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan bahwa tren ekonomi digital ASEAN terus menunjukkan pertumbuhan positif. Kawasan ini telah menjadi episentrum aktivitas digital yang sangat dinamis.

Nilai ekonomi digital ASEAN pada tahun 2024 sendiri sudah mencapai angka USD 263 miliar. Angka ini diproyeksikan akan meningkat signifikan hingga USD 1 triliun pada tahun 2030 mendatang.

"ASEAN menjadi pasar digital yang paling dinamis di dunia dan ekonomi di digital ASEAN di tahun 2024 itu besar USD 263 miliar. Kalau kita proyeksikan di 2030 itu besarnya USD 1 triliun," ujar Airlangga Hartarto.

"Tetapi dengan implementasi Digital Economic Framework Agreement itu besarnya bisa menjadi USD 2 triliun. Jadi, akan double," lanjutnya.

Indonesia sendiri memimpin pasar dengan nilai transaksi mencapai USD 90 miliar pada tahun 2024. Pemerintah bahkan menargetkan nilai tersebut dapat melonjak hingga USD 360 miliar pada 2030.

2 dari 3 halaman

Jalan Terjal Harmonisasi: Tantangan Regulasi dan Akses UMKM

Meski prospeknya sangat cerah, Airlangga menyoroti adanya sejumlah tantangan mendasar yang harus segera diatasi. Tanpa harmonisasi, potensi penuh ekonomi digital kawasan akan sulit tercapai.

Dua isu utama yang menjadi perhatian adalah perbedaan regulasi antarnegara dan keterbatasan akses bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Keduanya menjadi hambatan utama dalam transaksi lintas batas.

"Tantangan adalah perbedaan regulasi antar negara yang perlu diharmonisasi dan keterbatasan dari UMKM untuk tembus lintas batas," ungkap Airlangga.

"Komite Perunding dan Senior Economic Officials sepakat 5 pasal utama yang penting untuk diselesaikan segera adalah layanan keuangan, bea masuk transmisi elektronik yang berbasis kepada regulasi WTO yang melakukan moratorium terhadap custom duties tersebut," pungkasnya.

Oleh karena itu, penguatan dukungan terhadap UMKM menjadi krusial. Upaya ini termasuk memfasilitasi adaptasi terhadap standar dan sistem pembayaran elektronik berskala regional.

3 dari 3 halaman

Visi 2045: Peran AI dan Talenta Digital sebagai Mesin Pertumbuhan Baru

Implementasi DEFA di tingkat regional berjalan beriringan dengan agenda transformasi digital nasional. Pemerintah melihat digitalisasi sebagai salah satu pilar utama untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

Dalam peta jalan ini, perkembangan kecerdasan buatan (AI) tidak lagi hanya dipandang sebagai tren teknologi. AI kini diposisikan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru yang mampu mendongkrak daya saing bangsa.

“AI adalah sebuah keniscayaan dan AI itu akan menjadi game changer,” kata Menko Airlangga.

“AI yang akan membawa Indonesia dari sekarang negara 16 terbesar di G20, menuju negara yang 4 besar di G20 pada tahun 2045,” tegasnya.

Sebagai langkah konkret, pemerintah telah meluncurkan paket kebijakan ekonomi terbaru (8+4+5). Paket ini mencakup program pemagangan bagi 20 ribu lulusan perguruan tinggi untuk mempercepat penyerapan talenta digital ke dunia kerja.