
Bola.net - Gelombang demonstrasi yang terjadi dalam beberapa hari terakhir diprediksi menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan. Kerugian terbesar terutama dirasakan di kawasan Jabodetabek sebagai pusat ekonomi nasional.
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memberikan estimasi awal mengenai besaran kerugian tersebut. Angkanya diperkirakan mampu menyentuh level triliunan rupiah.
Sektor jasa menjadi yang paling terpukul akibat terhambatnya aktivitas masyarakat. Padahal, sektor ini merupakan penopang utama perekonomian dengan kontribusi mencapai 45 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Potensi kerugian ini tidak hanya berhenti pada penurunan omzet sektor ritel dan jasa. Ada risiko rambatan (spillover) yang lebih luas dan dapat mengancam proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional.
Di tengah gejolak domestik ini, otoritas moneter tidak tinggal diam. Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk terus berada di pasar guna menjaga stabilitas.
Analisis mendalam mengenai perhitungan kerugian, risiko jangka panjang, serta langkah-langkah yang diambil Bank Indonesia menjadi krusial. Hal ini penting untuk memahami skala dampak ekonomi dari gejolak sosial yang terjadi.
Potensi Kerugian Ekonomi Sentuh Rp9 Triliun
Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menyatakan bahwa skala kerugian ekonomi yang dialami Indonesia cukup besar. Sektor jasa mengalami penurunan aktivitas yang sangat signifikan dalam tiga hari terakhir.
Sektor ini sendiri memiliki nilai ekonomi yang sangat masif. Kontribusinya terhadap PDB nasional mencapai sekitar Rp9.900 triliun setiap tahunnya.
"Kerugian yang dialami oleh ekonomi Indonesia (khususnya Jabodetabek) cukup besar. Sektor jasa turun cukup signifikan dalam dua-tiga hari terakhir. Sektor jasa ini berkontribusi sekitar 45 persen dari ekonomi nasional atau sekitar Rp 9.900 triliun per tahun," kata Huda kepada Liputan6.com, Senin (1/9/2025).
Dengan asumsi konservatif, jika aktivitas di sektor jasa terganggu sebesar 10 persen saja selama tiga hari, potensi kerugiannya sudah sangat besar. Angka ini menjadi gambaran nyata betapa rentannya ekonomi terhadap disrupsi aktivitas masyarakat.
"Jika tiga hari dan yang terkena dampak 10 persen saja, maka kerugian bisa mencapai Rp 8 - 9 triliun secara ekonomi makro. Tentu ini adalah kerugian yang diakibatkan inkompetensi pemerintah dalam mengatasi demo dalam tiga hari terakhir," ujarnya.
Risiko Jangka Panjang dan Kritik terhadap Kebijakan
Lebih jauh, Nailul Huda memproyeksikan bahwa pelemahan di sektor jasa ini akan merembet ke sektor lainnya. Hal ini berpotensi menekan daya beli masyarakat dan menurunkan kontribusi penerimaan pajak.
Selain itu, terganggunya sektor jasa juga akan memengaruhi kelancaran arus distribusi barang. Kondisi ini pada akhirnya dapat menciptakan ketidakpastian yang lebih luas di dunia usaha.
Iklim investasi menjadi salah satu yang paling rentan terdampak. Para pelaku usaha akan cenderung bersikap wait and see jika eskalasi terus berlanjut.
"Ekonomi Indonesia akan lebih melambat ketika tidak ada investasi masuk, dunia usaha juga waswas dampak demo makin meluas. Investasi pasti akan berkurang, ketersediaan lapangan kerja akan terbatas," katanya.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang dianggap tidak tepat sasaran. Ia juga menekankan pentingnya transparansi data ekonomi yang valid dari pemerintah.
Langkah Bank Indonesia Jaga Stabilitas Rupiah dan Likuiditas
Menyikapi gejolak yang terjadi, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas. Fokus utamanya adalah stabilitas nilai tukar Rupiah dan kecukupan likuiditas di sistem keuangan.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, menyatakan bahwa BI akan terus hadir di pasar. Tujuannya untuk memastikan pergerakan Rupiah tetap sesuai dengan nilai fundamentalnya.
"Bank Indonesia (BI) akan terus berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan kecukupan likuiditas Rupiah di tengah gejolak di dalam negeri," kata Erwin dalam keterangannya, Senin (1/9/2025).
Langkah stabilisasi ini dilakukan melalui serangkaian intervensi di pasar keuangan. Instrumen yang digunakan mencakup intervensi di pasar domestik maupun di pasar luar negeri (off-shore).
"Dalam kaitan ini, Bank Indonesia terus memperkuat langkah-langkah stabilisasi, termasuk intervensi NDF di pasar off-shore dan intervensi di pasar domestik melalui transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder," ujarnya.
Advertisement
Berita Terkait
-
News 21 Oktober 2025 15:05
Superbank Raup Laba Sebelum Pajak Rp 80,9 Miliar dan Punya 5 Juta Nasabah
-
News 21 Oktober 2025 15:02
Bikin Bangga! Tim Penari Cilik Indonesia Juarai IAF 2025, Bawa Misi Diplomasi Budaya
-
News 21 Oktober 2025 10:06
Ribuan Pelari Bakal Ikuti Lomba dengan Rute Mengelilingi Stasiun LRT Jabodetabek
-
News 21 Oktober 2025 09:27
Prabowo Klaim Keberhasilan MBG 99,99 Persen, Bagaimana Dampak Ekonominya?
-
News 20 Oktober 2025 14:44
BPJS Kesehatan Buka Lowongan Kerja untuk Dokter Muda, Ini Posisi dan Syarat Lengkapnya
LATEST UPDATE
-
Liga Champions 22 Oktober 2025 05:23
-
Liga Champions 22 Oktober 2025 04:59
-
Liga Champions 22 Oktober 2025 04:47
-
Liga Champions 22 Oktober 2025 04:35
-
Liga Champions 22 Oktober 2025 04:26
-
Liga Champions 22 Oktober 2025 04:14
MOST VIEWED
- BLT Kesra Rp 900.000 Cair Mulai 20 Oktober Hari Ini, Apakah Anda Termasuk 140 Juta Penerima?
- Cara Cek Status Penerima BLT Kesra Rp900 Ribu Mulai Cair Hari Ini 20 Oktober 2025
- BLT Rp 900 Ribu Cair: Seskab Teddy Ungkap Sumber Dana Rp 30 Triliun dari Efisiensi
- Apresiasi Tinggi Prabowo usai Kepala BGN Kembalikan Dana MBG Rp70 Triliun: Ini Sejarah Baru!
HIGHLIGHT
- 9 Pemain yang Pernah Disarankan Ralf Rangnick untu...
- Manchester United Terpuruk, 4 Eks Pemainnya Malah ...
- 5 Pemain Manchester United yang Bakal Diuntungkan ...
- 7 Pemain Premier League yang Kariernya Bisa Selama...
- 4 Pelatih Paling Cepat Capai 250 Kemenangan di Pre...
- 9 Bek Tengah Incaran Liverpool di Bursa Transfer 2...
- 10 Transfer Termahal Dalam Sejarah AC Milan: Dari ...