
Bola.net - Curacao adalah negara kepulauan kecil di Karibia dengan penduduk sekitar 185 ribu jiwa. Jumlah ini bahkan lebih sedikit daripada Kota Jayapura di Papua yang berpenduduk sekitar 197 ribu jiwa.
Meski kecil, Curacao baru saja mencetak sejarah besar di dunia sepak bola. Mereka berhasil lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Momen bersejarah itu terjadi di Kingston, Jamaika. Ribuan suporter tuan rumah memenuhi stadion, sementara segelintir fans Curacao hadir sebagai titik biru di tengah lautan kuning.
Ketika peluit panjang berbunyi dan tiket Piala Dunia resmi digenggam, euforia pun pecah. Seakan separuh penduduk pulau tersebut turun ke lapangan merayakan mimpi yang jadi kenyataan.
Perjalanan Negara Kecil Menuju Panggung Dunia

Curacao kini tercatat sebagai negara dengan populasi terkecil yang pernah lolos ke Piala Dunia. Rekor sebelumnya dipegang Islandia pada edisi 2018.
Bagi negara yang luas wilayah dan jumlah penduduknya sangat terbatas, pencapaian ini bukan sekadar prestasi olahraga. Ini adalah simbol harapan dan kebanggaan nasional.
Untuk laga penentuan di Jamaika, dua pesawat khusus disewa untuk membawa suporter paling fanatik Curacao. Kapten tim, Leandro Bacuna, bahkan menyebut mereka sebagai “ultras” yang memberi energi ekstra di laga krusial itu.
Meski jumlah mereka kalah jauh dari sekitar 35 ribu penonton yang mendukung Jamaika, suara dan semangat fans Curacao tetap terdengar lantang. Mereka menjadi kantong kecil perlawanan di sudut stadion.
Keberhasilan ini tidak lepas dari sosok pelatih kawakan, Dick Advocaat. Meski harus kembali ke Belanda beberapa hari sebelum laga karena istrinya sakit, ia tetap memantau dari jauh dan terhubung dengan staf pelatih.
Usai laga, Advocaat mengirim pesan singkat penuh emosi kepada timnya. “Luar biasa, fantastis, sungguh hebat. Betul-betul sebuah petualangan,” begitu kira-kira maknanya.
Bagi pelatih berusia 78 tahun yang sudah merasakan berbagai level kompetisi dunia, kata “petualangan” bukan hal yang ia ucapkan sembarangan. Curacao menjadi babak baru dalam karier panjangnya.
Advocaat akan menatap Piala Dunia untuk kali ketiga sebagai pelatih. Ia pernah membawa Belanda ke Piala Dunia 1994 dan menangani Korea Selatan di Piala Dunia 2006, serta Rusia di Piala Eropa 2012.
Sentuhan Dick Advocaat dan Koneksi Belanda
Kisah Curacao ke Piala Dunia tidak lepas dari keputusan berani federasi mereka. Presiden Federasi Sepak Bola Curacao, Gilbert Martina, memilih mencari pelatih berpengalaman dengan nama besar.
Ia sempat mendekati tiga pelatih top asal Belanda. Bert van Marwijk, yang pernah membawa Belanda ke final Piala Dunia 2010, menolak karena sudah memilih pensiun.
Louis van Gaal pun dihubungi. Namun mantan pelatih Barcelona dan Manchester United itu hanya tertarik melatih tim yang benar-benar berpeluang menjadi juara dunia. Curacao dengan rendah hati menyadari mereka belum sampai level itu.
Justru Advocaat yang kemudian terlebih dahulu menghubungi Martina. Ia menyatakan tertarik menangani Curacao dan siap membantu mewujudkan mimpi mereka tampil di Piala Dunia.
Martina mengakui, nama besar Advocaat sangat membantu dalam mencari sponsor. Kehadiran pelatih berpengalaman dunia memberi harapan baru dan kepercayaan diri, baik kepada federasi maupun para pemain.
Koneksi Curacao dengan Belanda punya akar sejarah panjang. Pulau itu dulu berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda, dan hingga kini masih menjadi bagian dari Kerajaan Belanda.
Fakta itu dimanfaatkan Martina dan timnya dalam membentuk skuad. Mereka fokus mengumpulkan pemain-pemain keturunan Curacao yang lahir dan berkembang di Belanda.
Menariknya, hanya satu pemain, Tahith Chong, yang lahir langsung di Curacao. Pemain lainnya berasal dari Belanda, tetapi memiliki darah Curacao melalui orang tua atau keluarga.
Nama yang paling dikenal publik adalah Leandro Bacuna, gelandang berusia 34 tahun yang pernah bermain untuk Aston Villa. Saat ini ia memperkuat Bandirmaspor di kasta kedua liga Turki.
Kekuatan Pemain Keturunan dan Proyek Jangka Panjang

Perjalanan menuju Piala Dunia ini bukan terjadi dalam semalam. Proyek besar Curacao dimulai jauh sebelum Advocaat datang.
Martina menyebut ide ini sudah muncul sejak 2004. Saat itu, presiden federasi sebelumnya, Jean Francisco, percaya bahwa Curacao bisa bersaing jika mampu memaksimalkan pemain keturunan yang bermain di luar negeri.
Sebelum itu, tim nasional lebih banyak diisi pemain lokal yang belum berstatus profesional. Sejak kebijakan rekrutmen pemain diaspora diterapkan, kualitas tim meningkat signifikan.
Leandro Bacuna menjelaskan, pada awalnya mereka mengumpulkan pemain-pemain yang tidak cukup bagus untuk membela timnas Belanda. Namun mereka masih memiliki kualitas tinggi dan bisa tampil untuk Curacao.
Dari situ, mimpi mulai terbentuk. Tim kecil dari Karibia dengan identitas Belanda-Caribbean perlahan berubah menjadi kekuatan baru di kawasan Concacaf.
Meski proses rekrutmen terdengar teknis, ada sisi emosional yang kuat di baliknya. Banyak pemain yang masih memiliki keluarga besar di Curacao, seperti kakek, nenek, paman, dan bibi.
Dukungan keluarga membuat ikatan mereka dengan pulau itu tetap kuat. Para pemain tidak sekadar datang untuk bermain, tetapi juga membawa harapan keluarga dan komunitas mereka.
Dalam kualifikasi, Curacao menjalani jalan yang berat namun konsisten. Mereka melewati fase kedua dan ketiga zona Concacaf dengan kombinasi kemenangan dan hasil imbang penting.
Curacao menyapu bersih empat pertandingan di grup yang berisi Haiti, Saint Lucia, Aruba, dan Barbados. Haiti sendiri kemudian juga ikut lolos ke Piala Dunia.
Lalu di fase berikutnya, mereka dua kali menahan imbang Trinidad & Tobago, dua kali mengalahkan Bermuda termasuk kemenangan 7-0 di laga tandang, dan menang atas Jamaika di kandang sebelum hasil imbang krusial di Kingston.
Peran Advocaat: Fokus pada Hasil dan Mentalitas
Kehadiran Advocaat membawa standar baru di dalam dan luar lapangan. Menurut Juninho Bacuna, adik Leandro, perubahan besar justru terlihat di aspek persiapan dan profesionalisme.
Advocaat menekankan bahwa di kualifikasi Piala Dunia, setiap pertandingan adalah final. Tidak ada ruang untuk start lambat seperti di kompetisi liga yang panjang.
Tujuannya jelas: menang. Jika tidak bisa menang, minimal jangan kalah. Mindset sederhana ini menjadi fondasi permainan Curacao di bawah komando sang pelatih senior.
Di luar lapangan, disiplin dan detail persiapan ditingkatkan. Sikap para pemain terhadap latihan, pemulihan, dan fokus pertandingan ikut berubah.
Di atas lapangan, pendekatan Advocaat sangat pragmatis. Ia ingin timnya efektif, solid, dan tidak mudah dikalahkan. Hasil di Jamaika menjadi bukti bahwa cara ini bekerja.
Laga penentuan di Kingston berlangsung tegang dan minim kualitas, tetapi penuh drama. Jamaika tiga kali mengenai tiang dari situasi bola mati, sementara Curacao mengancam lewat serangan balik.
Kiper tuan rumah, Andre Blake, sempat hampir melakukan blunder fatal, namun bisa memperbaiki kesalahannya. Ia juga membuat beberapa penyelamatan penting untuk menjaga asa Jamaika.
Drama memuncak ketika wasit menunjuk titik putih untuk Jamaika di penghujung laga. Stadion meledak dalam sorak sorai, tetapi VAR kemudian membatalkan keputusan tersebut.
Pelatih Jamaika, Steve McClaren, tampak hancur secara emosional. Ia duduk tertunduk di bangku cadangan selama beberapa menit setelah laga sebelum kemudian mengumumkan pengunduran dirinya di konferensi pers.
Mimpi yang Akhirnya Jadi Nyata
Sementara itu, bagi Curacao hasil imbang sudah lebih dari cukup. Satu poin yang mereka dapatkan mengunci tiket otomatis ke Piala Dunia.
Leandro Bacuna mengaku sudah “mimpi” tentang momen ini beberapa minggu sebelum laga. Ia bercerita kepada Kenji Gorre bahwa ia seakan melihat Curacao berada di Piala Dunia dalam tidurnya.
Menjelang pertandingan, rasa tak sabar terus menggelayuti pikirannya. Ia hanya ingin segera bermain, menghabiskan laga terakhir, dan memastikan mereka benar-benar melangkah ke turnamen terbesar dunia.
Kini mimpi itu resmi menjadi kenyataan. Curacao, untuk pertama kalinya, akan berdiri sejajar dengan negara-negara besar di panggung Piala Dunia.
Bagi sebuah pulau kecil dengan populasi yang bahkan lebih sedikit dari sejumlah kota di Indonesia, capaian ini adalah dongeng modern sepak bola.
Namun di balik dongeng itu, ada perencanaan jangka panjang, keputusan berani memilih pelatih berpengalaman, dan kebijakan cerdas memaksimalkan pemain keturunan.
Curacao telah menunjukkan bahwa ukuran negara tidak menentukan besarnya mimpi. Dengan organisasi, keberanian, dan identitas yang jelas, mereka berhasil menulis sejarah yang akan dikenang generasi mendatang.
Sumber: The Athletic
Advertisement
Berita Terkait
-
Liga Italia 20 November 2025 21:22 -
Liga Inggris 20 November 2025 21:16
LATEST UPDATE
-
Piala Dunia 20 November 2025 22:43 -
Bola Indonesia 20 November 2025 22:25 -
Liga Italia 20 November 2025 21:22 -
Liga Inggris 20 November 2025 21:16 -
Liga Spanyol 20 November 2025 21:15 -
Piala Dunia 20 November 2025 20:51
BERITA LAINNYA
-
piala dunia 20 November 2025 22:43 -
piala dunia 20 November 2025 19:52 -
piala dunia 19 November 2025 16:31 -
piala dunia 19 November 2025 15:25 -
piala dunia 19 November 2025 14:51 -
piala dunia 19 November 2025 14:15
MOST VIEWED
- Tangis Dominik Szoboszlai di Budapest: Selebrasi yang Berbalik Menjadi Tragedi Hungaria di Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Update Daftar Negara yang Sudah Lolos ke Piala Dunia 2026: Norwegia dan Portugal Melenggang, Italia Harus Jalani Play-off
- Cerita Aaron Wan-Bissaka: Setelah Dibuang MU dan Ditolak Inggris, Kini Sukses Bersama Kongo Setelah Jalan Ritual 'Ruwatan'
- Update Daftar Negara yang Sudah Lolos ke Piala Dunia 2026: Belanda dan Jerman Tambah Wakil dari Eropa
HIGHLIGHT
- 6 Alasan Mengapa Manchester United Bisa Jadi Penan...
- Juventus Resmi Pecat Igor Tudor, Ini 5 Kandidat Pe...
- 7 Rekan Satu Tim di Timnas yang Pernah Bertikai He...
- 4 Striker Terbaik Versi Harry Kane, Nama Thierry H...
- Real Madrid Siap Cuci Gudang? 4 Pemain Ini Bisa Pe...
- 3 Pemain Terbaik Versi Zlatan Ibrahimovic: Messi N...
- Terancam Gagal ke Piala Dunia, 6 Pemain Inggris In...















:strip_icc()/kly-media-production/medias/4800235/original/081296300_1712903289-WhatsApp_Image_2024-04-12_at_1.20.48_PM__1_.jpeg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5360697/original/082788100_1758719568-183357.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5418426/original/065171000_1763618089-Kamar_hotel_tempat_ditemukannya_jenazah_Dosen_Untag_Semarang.png)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5419161/original/046390200_1763641138-Dasco_bertemu_Prabowo.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/1833054/original/079367800_1516079578-Pelecehan-Seksual4.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/thumbnails/5419099/original/014224100_1763637406-sikap-teddy-enggan-tekan-tombol-meski-diperintah-prabowo-saat-resmikan-jembatan-baru-a1fe28.jpg)

