Aturan Larangan Merokok di Jakarta Diprotes, Pelaku Usaha Waswas Omzet Bakal Turun

Aturan Larangan Merokok di Jakarta Diprotes, Pelaku Usaha Waswas Omzet Bakal Turun
Siswa SMP N 104 Jakarta memasang banner di salah satu warung di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta, Kamis (5/11) (c) Liputan6.com/Gempur M Surya

Bola.net - Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama DPRD mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) mendapat penolakan keras dari pelaku industri hiburan, hotel, dan restoran. Mereka menilai proses pembahasannya terlalu cepat dan berpotensi menekan sektor usaha yang sedang berupaya bangkit.

Dalam rancangan tersebut, Raperda KTR mengatur larangan merokok total di hotel, restoran, serta tempat hiburan malam. Ketentuan ini dinilai sejumlah asosiasi tidak realistis dan dapat mengancam keberlangsungan usaha.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija), Kukuh Prabowo, menyatakan bahwa penerapan larangan merokok di tempat hiburan malam tidak sesuai dengan profil pengunjung yang sepenuhnya merupakan orang dewasa berusia minimal 21 tahun.

"Konsumen hiburan malam itu sudah pasti harus berusia 21 tahun ke atas, bahkan akses masuknya berbayar. Artinya mereka adalah orang dewasa yang mengonsumsi produk untuk usia dewasa," ujar Kukuh dalam keterangannya, dikutip Rabu (25/11/2025).

Kukuh menilai Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI terlalu memaksakan pembahasan aturan ini di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya. Menurutnya, pelarangan merokok secara menyeluruh akan berdampak langsung pada turunnya minat kunjungan dan menekan omzet para pelaku usaha hiburan.

"Aturan seperti ini bikin masyarakat kaget atau ogah berkunjung. Omzet pasti menurun atau bahkan hilang menurun tajam," terang Kukuh.

Ia juga mengingatkan bahwa industri hiburan menyumbang kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta. Jika kebijakan diterapkan tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi, Kukuh menyebut baik pemerintah maupun pengusaha akan mengalami kerugian.

"Jika pelarangan tetap diberlakukan, kerugian tidak hanya di kami tetapi juga pemerintah. Kami harap ini tidak kejadian. Kalau kejadian, ya kami harus berhadapan dengan badai," ujarnya.

1 dari 1 halaman

Penolakan dari Sektor Hotel dan Restoran

Kritik terhadap Raperda KTR juga datang dari sektor perhotelan dan restoran. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta menilai aturan tersebut berpotensi menekan tingkat kunjungan wisatawan dan tamu hotel.

Anggota BPD PHRI DKI, Arini Yulianti, menyampaikan hasil survei internal yang menunjukkan sekitar 50 persen hotel di Jakarta akan terdampak signifikan apabila larangan merokok diberlakukan secara penuh.

"Hotel dan restoran menyumbang lebih dari 600 ribu lapangan kerja dan 13 persen PAD Jakarta. Kalau merokok dilarang total, dampaknya luas dan bisa menggerus ekonomi daerah," kata Arini.

PHRI mencatat bahwa hingga April 2025, sebanyak 96,7 persen hotel di DKI Jakarta mengalami penurunan tingkat hunian, sehingga mendorong pelaku usaha melakukan efisiensi, termasuk merumahkan pekerja. Arini menilai hadirnya Raperda KTR justru dapat memperdalam tekanan terhadap sektor tersebut.

"Jangan sampai dengan aturan menekan seperti ini, demand bisnis kami semakin turun. Kami khawatir konsumen pindah ke kota lain yang regulasinya tidak seketat Jakarta," jelas Arini.

Arini juga mengingatkan bahwa penyusunan regulasi tidak seharusnya semata-mata mengejar predikat sebagai 'kota global', tetapi perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap pelaku usaha yang selama ini menjadi penopang pendapatan daerah.

Sumber: Liputan6/Winda Nelfira