Fenomena Nama Grup WA dalam Kasus Korupsi: Dari 'Mas Menteri Core' hingga 'Orang-Orang Senang'

Fenomena Nama Grup WA dalam Kasus Korupsi: Dari 'Mas Menteri Core' hingga 'Orang-Orang Senang'
Nadiem Makarim (c) AI/ChatGPT

Bola.net - Fenomena korupsi di Indonesia tampaknya tak pernah surut. Pelakunya berasal dari berbagai kalangan, termasuk pejabat tinggi dan pemangku kebijakan. Modus yang digunakan pun semakin beragam dan modern, seolah menyesuaikan perkembangan zaman.

Kemajuan teknologi turut berperan dalam mempermudah praktik korupsi masa kini. Jika dulu para pelaku harus bertemu langsung untuk berkoordinasi, kini cukup melalui gawai. Komunikasi pun dapat terjalin dengan cepat dan rahasia, tanpa perlu tatap muka.

Dalam banyak kasus, pelaku korupsi berusaha menutup rapat jejak komunikasi mereka agar tak mudah terendus penegak hukum. Salah satu cara yang kerap digunakan adalah memanfaatkan aplikasi pesan instan.

Melalui platform ini, diskusi bisa dilakukan secara privat dengan risiko kecil. Mereka bahkan menggunakan sandi atau menamai grup dengan istilah yang tak mencurigakan. Namun, secerdik apa pun upaya menutupi, praktik korupsi tetap tak bisa selamanya tersembunyi.

1 dari 2 halaman

Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah

Salah satu contoh mencuat dari kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang ditangani Kejaksaan Agung. Beredar kabar adanya grup WhatsApp bernama 'Orang-Orang Senang', beranggotakan enam orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa pihaknya tengah menelusuri kebenaran keberadaan grup tersebut.

"Tentang grup WA, kita lagi dalami ya,” katanya.

Burhanuddin juga memastikan, jika grup itu benar ada, tentu dibuat sebelum para tersangka ditahan. Ia menegaskan bahwa para tahanan tidak memiliki akses terhadap ponsel selama berada di rumah tahanan.

"Di tahanan tidak boleh membawa alat komunikasi. Kalau ada, berarti anak buah saya yang kurang ajar. Saya akan tindak. Kalau ada, kita dalami," tegasnya.

Nama-nama yang disebut tergabung dalam grup tersebut antara lain Riva Siahaan (Dirut Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional), Yoki Firnandi (Direktur PT Pertamina Internasional Shipping), Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional), Maya Kusmaya (Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga), serta Edward Corne (VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga).

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyebut pihaknya masih memverifikasi kabar tersebut.

"Itu yang sedang dicari, didalami apakah ada grup itu atau tidak," ujar Harli menandaskan.

2 dari 2 halaman

Kasus Korupsi Chromebook

Temuan serupa juga muncul dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Dalam perkara ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim bersama dua orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Grup WhatsApp yang disebut-sebut terlibat dalam komunikasi proyek ini diberi nama ‘Mas Menteri Core Team’. Melalui grup tersebut, diduga terjadi pembahasan hingga kesepakatan terkait proyek pengadaan laptop tersebut.

Namun, pengacara Nadiem, Tabrani Abby, membantah tudingan itu. Ia menyatakan bahwa grup tersebut awalnya bernama Edu Org, dibuat sebelum Nadiem dilantik sebagai menteri. Setelah resmi menjabat, grup itu berganti nama menjadi Mas Menteri Core Team.

“Jadi saya mau tegaskan bahwasanya WA grup itu dibuat untuk mendiskusikan perihal gagasan penggunaan teknologi di bidang pendidikan,” tegas Abby.

Menurut Abby, grup itu dibentuk sebagai wadah diskusi dan persiapan setelah Nadiem ditunjuk oleh Presiden Jokowi sebagai calon menteri. Grup tersebut juga digunakan untuk membahas arah kebijakan Presiden, termasuk konsep Nawa Cita serta penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2019–2024.

Orang-orang yang diundang Nadiem ke grup tersebut adalah mereka yang ahli di bidang pendidikan dan teknologi informasi, termasuk beberapa staf khususnya seperti Jurist Tan dan Fiona Handayani.

“Grup dibuat untuk menjadi forum diskusi dan tempat brainstorming dalam menyiapkan strategi kebijakan pendidikan. Ada pun pecakapan di grup adalah visi ide terkait dengan visi kebijakan pendidikan, apabila nanti Pak Nadiemnya dilantik sebagai menteri,” jelas Abby.

Diskusi di grup itu diklaim berfokus pada paradigma baru asesmen pendidikan, penyederhanaan administrasi guru, dan pemanfaatan teknologi digital. Abby menegaskan tidak ada pembahasan spesifik mengenai pengadaan Chromebook.

“Jadi konteksnya itu sebenarnya melulus soal bagaimana menciptakan suatu sistem pendidikan yang didukung dengan teknologi. Jadi tidak ada soal harus menggunakan chroom atau juga untuk mengadakan Chromebook,” ujarnya.

Meski kedua pihak saling berkilah terkait keberadaan grup WhatsApp tersebut, penyidikan kasus ini masih terus berlanjut di Kejaksaan Agung, kendati para tersangka telah ditetapkan.

Sumber: Liputan6/Lia Harahap