Kala MSCI Menggoyang IHSG: Menanti Era Baru Perhitungan 'Free Float' Saham

Kala MSCI Menggoyang IHSG: Menanti Era Baru Perhitungan 'Free Float' Saham
Gambar ilustrasi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (c) ilustrasi dibuat ai

Bola.net - Pasar saham Indonesia menghadapi guncangan hebat pada awal pekan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok dalam ke zona merah.

Biang keladinya adalah pengumuman dari sebuah lembaga global berpengaruh. Morgan Stanley Capital International (MSCI) merilis wacana penyesuaian metodologi.

Lembaga ini berencana mengubah cara penghitungan saham beredar bebas (free float). Perubahan ini menyasar data kepemilikan saham di Indonesia.

Langkah ini berpotensi merugikan saham-saham konglomerat yang selama ini menopang IHSG. Investor asing diperkirakan akan bereaksi atas perubahan bobot ini.

Mengapa satu lembaga ini memiliki pengaruh begitu besar, dan bagaimana detail rencana mereka yang mampu membuat pasar ambruk? Wacana ini patut ditelisik lebih dalam.

1 dari 4 halaman

Metodologi Baru Penghitungan Free Float

MSCI saat ini tengah mengumpulkan masukan dari para pelaku pasar. Konsultasi ini terkait rencana penggunaan data tambahan dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

MSCI berencana memanfaatkan laporan kepemilikan efek bulanan KSEI. Data ini akan dipakai untuk memperkirakan jumlah free float saham di Indonesia.

KSEI mempertimbangkan kepemilikan oleh korporasi dan entitas lainnya dikecualikan dari free float. Ini berlaku bagi investor domestik maupun asing.

MSCI mengusulkan dua pendekatan baru untuk metodologi ini. Nantinya, lembaga ini akan memilih nilai yang lebih rendah atau lebih konservatif.

Keputusan final akan diumumkan paling lambat pada 30 Januari 2026. Implementasi metode baru ini direncanakan mulai Mei 2026.

2 dari 4 halaman

Risiko Penurunan Bobot dan Arus Modal Keluar

Rencana baru ini dapat menurunkan nilai free float banyak emiten Indonesia. Hal ini karena struktur kepemilikan yang terkonsentrasi pada korporasi atau grup tertentu.

Konsekuensinya, porsi saham Indonesia dalam indeks MSCI bisa ikut tergerus. Penurunan bobot ini menjadi sentimen negatif bagi pasar.

Risiko terbesarnya adalah potensi terjadinya arus keluar modal asing (capital outflow). Investor global yang memakai MSCI sebagai acuan akan menyesuaikan portofolio mereka.

Selain itu, MSCI juga akan mengubah cara pembulatan angka free float. Aturan pembulatan baru ini lebih ketat dibanding sebelumnya.

Beberapa saham yang paling berisiko dikeluarkan dari indeks telah diidentifikasi. Di antaranya adalah PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

3 dari 4 halaman

IHSG Ambruk Terdorong Saham Konglomerat

Pasar merespons wacana ini dengan sangat negatif pada perdagangan Senin (27/10/2025). IHSG sempat anjlok hingga 3,70 persen.

Lebih dari 500 saham turun dan menekan indeks ke level terendah dalam enam bulan. Kapitalisasi pasar menguap Rp 639 triliun hanya dalam hitungan menit.

Seluruh sektor industri kompak berada di zona merah. Penurunan indeks ditarik oleh sejumlah saham milik konglomerat besar.

Emiten Sinar Mas, PT Dian Swastatika Sentosa (DSSA), berkontribusi besar pada kejatuhan indeks. Saham ini menekan IHSG hingga -30,12 poin.

Kontributor negatif terbesar datang dari saham-saham milik Prajogo Pangestu. BREN dan BRPT, bersama saham lainnya, menyeret indeks hingga -61,78 poin.

4 dari 4 halaman

Suara Pakar dan Memori Pasar

Aldo Perkasa, kepala riset di PT Trimegah Sekuritas Indonesia, menyoroti dampak usulan ini. Menurutnya, aturan ini akan mempersulit emiten lokal.

“Usulan tersebut, jika diterapkan, ‘akan membuat saham-saham Indonesia lebih sulit masuk ke dalam Indeks MSCI,’” ujar Aldo Perkasa melansir dari BCA Sekuritas.

Ia juga menambahkan keraguan pasar terhadap saham-saham tertentu. Terutama yang berkaitan dengan taipan.

“Pasar tampaknya meragukan apakah saham-saham yang terkait dengan taipan, seperti Barito Renewables Energy, akan bisa masuk ke indeks," tambahnya.

“Kejadian itu masih segar di ingatan para pedagang, jadi peserta pasar menjual terlebih dahulu dan menunggu kejelasan kemudian,” ujar Tareck Horchani, kepala prime brokerage dealing di Maybank Securities Singapura.