Gaya Hidup atau Tuntutan Sosial? Alasan 60% Milenial dan Gen Z Sulit Capai Tujuan Keuangan

Gaya Hidup atau Tuntutan Sosial? Alasan 60% Milenial dan Gen Z Sulit Capai Tujuan Keuangan
Gen Z memiliki dunia sosial yang berbeda dengan generasi lainnya. (c) ilustrasi dibuat ai

Bola.net - Sebuah survei terkini menyoroti tantangan finansial signifikan yang dihadapi generasi muda. Hampir 60% Milenial dan Gen Z mengakui tujuan keuangan mereka terkendala oleh pengeluaran untuk kehidupan sosial.

Fenomena ini menjadi sebuah ironi di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya literasi finansial. Tuntutan untuk tetap terhubung secara sosial ternyata menciptakan tekanan baru pada anggaran pribadi mereka.

Kondisi tersebut tercermin jelas dalam kisah nyata yang dialami banyak individu, salah satunya Emmy dari Los Angeles. Pengalamannya menunjukkan bagaimana kebiasaan sosial dapat berujung pada tumpukan utang yang tidak disadari.

Artikel ini akan mengupas lebih dalam akar permasalahan tersebut, mulai dari pemicu pengeluaran berlebih hingga solusi strategis untuk menyelaraskan kehidupan sosial dengan kesehatan finansial yang berkelanjutan.

1 dari 3 halaman

Jebakan Pengeluaran Sosial yang Tak Terduga

Pada dasarnya, interaksi sosial merupakan elemen penting untuk menunjang kesehatan mental dan emosional. Namun, aktivitas ini dapat menjadi pedang bermata dua jika tidak dikelola dengan bijak.

Fakta ini diperkuat oleh temuan survei Ally Bank yang mencatat 42% Milenial dan Gen Z sering menghabiskan uang lebih dari anggaran mereka. Hal ini terutama terjadi untuk berbagai aktivitas sosial yang dilakukan selama beberapa bulan dalam setahun.

Jack Howard, Head of Financial Well-being di Ally, menggarisbawahi bagaimana pengeluaran kecil bisa menjadi masalah besar.

“Saya rasa banyak orang tidak menyadari bahwa minum koktail bersama teman-teman perempuan saya hari ini, makan siang di siang hari ini, lalu saya pergi ke DoorDash dengan pasangan saya di hari lain, semua pengeluaran itu menumpuk,” ujar Howard.

Parahnya lagi, hanya segelintir anak muda yang secara sadar mengalokasikan dana khusus untuk pos ini. Tercatat hanya 18% dari Gen Z dan Milenial yang memiliki anggaran ketat untuk kegiatan bersama teman.

2 dari 3 halaman

Dilema Gengsi dan Rasa Malu di Balik Utang

Salah satu pendorong utama pengeluaran berlebih adalah faktor psikologis, seperti yang dialami Emmy. Wanita berusia 31 tahun ini terjebak dalam siklus utang kartu kredit hingga mencapai lebih dari 28.000 Dolar AS.

Ia mengakui bahwa kebiasaan untuk selalu bersikap royal di lingkar pertemanannya menjadi pemicu utama masalah keuangannya.

“Saya tahu ini salah saya. Saya selalu menjadi teman yang berkata, ‘Sukses,’ atau ‘Oh, jangan khawatir, saya bisa atau ‘Bayar saja saya lain kali,’” katanya.

Meskipun yakin teman-temannya tidak akan menghakiminya, Emmy masih merasakan ketakutan untuk berterus terang mengenai kondisinya. Perasaan malu dan takut dianggap remeh menjadi penghalang komunikasi yang krusial.

“Saya bisa dengan yakin mengatakan bahwa mereka tidak akan menghakimi saya jika mereka tahu apa yang saya lakukan, tetapi saya masih rasa takut dianggap remeh oleh orang-orang yang kita sayangi,” kata Emmy.

3 dari 3 halaman

Mengubah Arah: Prioritas Pengalaman di Atas Pengeluaran

Solusi dari permasalahan ini sejatinya terletak pada perubahan pola pikir dalam memandang uang. Howard menyarankan untuk melihat uang sebagai alat untuk memperkaya pengalaman hidup, bukan sekadar alat transaksi.

Dengan demikian, seseorang dapat mulai memprioritaskan momen kebersamaan yang berkualitas di atas aktivitas sosial yang mahal. Pada akhirnya, pengalaman dan waktu bersama adalah hal yang paling bernilai.

“Yang benar-benar Anda inginkan adalah pengalamannya. Yang benar-benar Anda inginkan adalah waktu bersama teman Anda," ujar Howard.

Sayangnya, kesadaran untuk mencari alternatif aktivitas sosial yang lebih terjangkau atau gratis masih tergolong rendah. Hanya 23% dari Milenial dan Gen Z yang secara aktif melakukannya.

Bagi mereka yang merasa kesulitan untuk keluar dari siklus ini, bekerja sama dengan profesional bisa menjadi jalan keluar. Seorang perencana atau terapis finansial dapat membantu menemukan pendekatan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan masing-masing individu.